Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Sate Lemak

Rasanya, memang ada yang janggal. Saat ditanya mau yang sapi atau ayam, aku menengok sate yang mau di bakar beliau. Hah? Dagingnya berwarna pucat semua. Daging apa ya. Semua terjawab tatkala satu porsi disodorkannya kepadaku. Aku mengambil satu tusuk sate lalu ku gigit. Kressss. Itu lemak atau gajih salam bahasa Jawanya. Itu sate lemak. Yang dimaksud sapi atau ayam tersebut adalah lemak sapi atau lemak ayam. Aku telan sekuat tenaga lemak ayam tersebut. Lalu dengan cepat ku makan lontongnya. Sialnya, lemak tersebut langsung bereaksi dengan lambungku. Aku ingin muntah segera. Langsung saja, kuberikan porsi sate itu kepada adikku. Adikku berbinar menerimanya. Adikku sangat suka dengan makanan bertekstur kenyal dan alot. Seperti gajih, gorengan yang sudah lama di goreng dan teroksidasi menghasilkan gorengan dingin bertekstur kenyal. Haisss aku padahal paling tidak suka. Yap, kita saling melengkapi. Aku tidak suka dan adikku suka. Fair. Memang, dilihat dari tampilannya dagangan ibu ters

Habiburrahman El Shirazy

Julukan Si Tangan Emas ini diberikan kepada Habiburrahman El Shirazy oleh majalah MATABACA edisi Juni 2007 lantaran karya-karyanya yang selalu di buru oleh pembaca. Kang Abik, begitulah panggilan akrabnya. Kang Abik lahir di Semarang pada tanggal 30 September 1976. Beliau adalah novelis Indonesia lulusan Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Hal yang banyak saya temukan di dalam karyanya adalah nilai membangun jiwa juga menumbuhkan semangat berprestasi pembaca. Karya beliau yang banyak di kenal umum diantaranya adalah Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Di Atas Sajadah Cinta, Ketika Cinta Berbuah Surga, Pudarnya Pesona Cleopatra, Dalam Mihrab Cinta, Bumi Cinta, dan masih banyak lainnya. Lewat karya dua novelnya, Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, beliau menorehkan berbagai prestasi gemilang dan spektakuler : Pena Award 2005, Novel Terpuji Nasional dari Forum Lingkar Pena (FLP). The Most Favourite Book 2005 versi Majalah Muslimah. IBF Award 2006, Buku Fiksi Dewasa Ter

Garing

“Mbak Tya” Sebuah pesan mendarat di hapeku. “Iya, gimana?” “Nge mc di acara ultahnya anakku bisa nggak mbak? Besok sore jam empat sore” Aku berpikir. Menatap kaku layar hape. “Aduh gimana ya… Aku belum pernah nge mc ultah anak-anak feb” “Tolong mbak tya, huhu. Ya gakpapa, buat pengalaman aja mbak. Acara kecil-kecilan kok. Enggak mewah” Aku tidak tega. Aku hanya mengiyakan saja permintaan temanku yang satu ini. Dulu, kita sempat satu organisasi yakni pemuda kampung. *** Rundown sudah di tangan. Satu per satu hadirin datang. Anak kecil semua yang datang. Ya iyalah, yang ulang tahun saja anak kecil umur yang pertama. Yakni satu tahun. Kalau kuperkirakan, umur mereka di bawah lima tahun alias balita. Ibunya datang menemani juga. Gugup? Iya. Seumur-umur, baru kali ini aku menjadi mc ulang tahun anak-anak. Kebanyakan acara semi formal. Emm, jadi bingung juga. Kata-katanya kudu gimana nih. Nanti kalau anak-anaknya tidak merespon pertanyaanku alias garing gimana? Haduhhh, aku harus g

Motivasi

Kadang, pernah mengeluh. Kenapa dosen yang kelihatannya baik namun di setiap pertemuan selalu memberi tugas. Hahahaha. Kenapa kegiatan bisa sepadat ini. Tak ada henti nya untuk sekedar menikmati tidur siang. Kadang, pernah mengeluh. Tugas yang kadang tidak pernah surut. Satu habis yang lain tumbuh kembali. Ada yang seperti ini? Ada. Yang satu materi belum dipelajari, materi bertumpuk datang lagi. Kadang, pernah capek. Pengen tidur saja. Mengunci rapat pintu kamar lalu mematikan paketan data. Menghiraukan segala kegiatan yang ada di luar rumah. Bersikap apatis saja saat itu. Tak mau mendengar sepatah apapun kegiatan di luar sana. Lalu, ingin bisu dalam ruang hampa. Tetapi, di luar sana. Banyak bahkan sangat banyak orang yang menginginkan kehidupan seperti kita. Iya, seperti yang kita jalani. Tapi, apakah kamu menyadari? Betapa tak terhingganya karunia Nya yang harus kita syukuri. Kita wujudkan syukurnya dalam bentuk tak pernah mengeluh. Tak mencaci keadaan yang terjadi. Sabar atas co

Dibalik Lokasi Pariwisata

“Satu porsi harganya berapa Buk?” “Sepuluh ribu” “Oh ya, kalau begitu saya pesan satu porsi saja” Ibu itu bingung menatapku. Aku membawa adikku. Kenapa hanya pesan satu porsi saja. Jawabannya karena aku sejujurnya kurang suka dengan sate. “Mau yang sapi atau ayam” “Emm, ayam saja” Aku berjalan ke samping penjual sate. Melihat-lihat pemandangan sekitar. “Sini Nduk, duduk sini” Penjual sate mempersilahkanku duduk di alas yang dibawanya. Alas itu terbuat dari daun kering di anyam sedemikian rupa. Aku tidak tahu itu daun jenis apa. Yang aku tau itu bukan daun kelapa kering. Saat penjual sate itu mengipasi sate nya, aku menjulurkan tanganku. Memperkenalkan namaku. Aku berharap beliau juga memperkenalkan namanya. Nama beliau sangat penting untuk data wawancaraku. “Tya, buk” “Poni.. ” aku tidak mendengarnya. Aku mengangkat alisku. “Ponisih” Ibu itu mengeraskan suaranya. “Ibu sudah berapa lama jualan disini?” “Empat tahun” “Oooo, ibu aslinya dari daerah sini juga?” “Enggak, sa

Lebih Jauh Tentang Mataram Islam

Apa yang terlintas di pikiran dengan kata Mataram Islam? Yap, benar sekali. Salah satu hal yang terlintas adalah sejarah. Komunitas Malam Museum mengangkat tema sejarah lewat kegiatannya yakni Jelajah Peradaban Mataram Islam. Lewat slogannya “Menyemai Kearifan Lewat Tinggalan Sejarah” mampu menyedot banyak peminat sejarah di kalangan mahasiswa maupun umum. Perjalanan hari kedua yang diselenggarakan pada tanggal 15 Oktober 2017 menginjakkan di tiga titik lokasi sejarah. Kartasura, Keraton Surakarta, dan Pura Mangkunegaran yang semuanya berada di wilayah Surakarta dan Sukoharjo. Kerajaan Mataram Islam didirikan pada tahun 1578 oleh Panembahan Senopati. Panembahan Senopati memerintah pada tahun 1578-1601 atau sekitar 23 tahun. Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khlaifatullah Tanah Jawa. Juga memiliki nama lain yakni Sunan Seda Jenar dan Mas Ngabehi Loring Pasar. Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601. Kekuasaan Mata

Rindu dan Janji

“Apakah saat ini kalian merasa sangat rindu kepada seseorang? Entah teman SMA, teman SMP, atau yang lainnya?” Dosen matkul Bahasa Inggris bertanya. “Pernahhhhhh” Semua kompak menjawab diselingi teriakan penuh kerinduan. “Sebenernya masa terindah kalian itu saat SMA ataukah SMP?” “SMA” “SMP” “Mari kita flashback ke masa indah kalian” Semua terdiam. “Kangen satu geng dengan temen SMP atau SMA. Ngebolos bareng. Ngantin bersama. Hayoo siapa dari kalian yang nggak mbayar sama ibu kantin. Jujur saja.” “Saya pak, saya pak” salah seorang mahasiswa menjawab. Kemudian disoraki satu kelas, “Huuuuuu” “Atau saat SMA? Apa yang kalian kangenkan saat SMA?” “Ngebolos juga pak” “Pelajaran kosong” “Nggak ikut pelajaran pak” “Kangen ngerjain guru pak” “Kangen buat nangis guru pak” “Emang udah takdir guru ya dibuat nangis sama muridnya haha. Ternyata pelajaran kosongnya lebih diharapkan dari kedatangan gurunya ya…” “Iyaaaa pakkk” “Sekarang ada tugas untuk kalian. Saya beri waktu tiga pul

Curhat

Minggu minggu ini aku merasa sok sibuk. Berangkat pagi, pulang sore. Sabtu ahadnya pergi lagi. Pulang sore lagi. Seolah aku di rumah cuma mampir makan, mandi, tidur. Selebihnya kegiatan yg lain di lakukan di luar rumah. Waktu itu, kakak tingkat memasuki kelas kami. Sosialisasi organisasi eksternal. Walaupun belum presentasi, aku pun sudah tau maksud nya. Mengajak ikut serta ke organisasi tersebut. Aku rasanya pengen tidur aja. Gimana nggak badmood, sosialisasinya aja kayak ngejelek-jelekin orang yang nggak pernah organisasi. Males juga denger nya. Sebenernya itu gegara efek kurang tidurku, haha. Jadi badmood jatuh nya. Ignas yang matanya berkantung berkata, "Cukup organisasi nya. Cukup" dengan nada keras. Dia dua organisasi aja berangkat kuliahnya kurang tidur mulu. Ngantuk juga di kelas. Apalagi dengan organisasi eksternal ini. Dia mulai ketularanku juga. Nggak minat sama sekali. Bayangkan kalau orang ikut banyak organisasi serta tidak pandai mengatur waktu. Hancur sud

Jaya Waskita Rapat Bulanan #2

Jaya Waskita memang sedang dalam masa perintisan. Perkumpulan pemuda pemudi ini sempat vakum selama kira-kira lima tahunan. Entah, karena apa penyebabnya. Lama juga ya lima tahun. Satu kali jabatan presiden itu wkwk. Padahal, saat aku memasuki bangku putih biru aku pengen sekali masuk ke dalam perkumpulan tersebut. Malah vakum. Saat vakum, kegiatan malam tirakatan sebelum tujuh belasan Agustus tetap berjalan. Disaat itu pula, pemuda yang terkenal akan ditanyai oleh Pak RT. Kampung mau ngadain lomba tidak? Jleb. Pasukannya pun entah menghilang kemana. Sedikit demi sedikit anggota dikumpulkan. Mengadakan acara kecil yang membuat anggotanya kembali merapat. Apalagi sekarang udah ada whatsapp. Dimana undangan di posting, anggota merapat. Lebih mudah dan efisien. Wakil ketua menanyai, “Apakah ada program yang ada diajukan. Santai saja. Keluarkan pendapat kalian. Kami akan menampung semuanya. ” “Berenang ” Aku menepuk jidat. Udah berapa tahun aku nggak nyebur kolam renang. Emm sekitar

Maag

Hari ini perutku sakit sekali. Maag menyerangku. Aku memegangi perut saat kuliah di kelas. Ketika turun tangga kampus sangat terasa sekali. Kayak ditusuk-tusuk jarum. Aku mengingat-ingat kemarin hari Kamis. Aku makan apa saja. Aku makan sambal ternyata. Emm, tapi nggak pedas banget. Belum level satu. Aku menghabiskan paling banyak karena saking tidak pedasnya. Dulu, level segitu belum ada apa-apanya. Aku memang suka makanan yang pedas. Se pedas komentar orang yang mencaci hihi. Semuanya berubah saat kejadian itu menyerang. Aku mual dan muntah tiap kali makanan masuk. Alhasil, badan lemas karena nggak ada energy yang masuk. Berjalan serasa melayang. Naik motor serasa melayang. Pokoknya segalanya serasa melayang atau tidak menapak tanah. Itu level sakit paling lamaku. Berat badanku turun drastis. Delapan kilogram. Bagi orang yang menjalani program diet, turun sebanyak delapan kilogram adalah hal fantastis yang mereka alami. Aku tidak setuju. Fatal. Perutku bereaksi hari ini, Hari Jum

Jaya Waskita Rapat Bulanan #1

Seperti yang ada di tulisanku sebelumnya. Jaya Waskita adalah perkumpulan anak muda di kampungku. Kalau semua anggotanya berangkat semua, kurang lebih ada empat puluh anggota. Sayangnya, banyak yang berhalangan hadir rapat walaupun itu cuma sebulan sekali . Jaya Waskita rapat bulanan jatuh pada hari Sabtu, minggu kedua. Bulan Oktober ini, rapat jatuh pada tanggal 14. Rapat kali ini berada di masjid kampungku. Walaupun aku bukan sekretaris, aku buat undangannya hehe. Aku selesai buat undangan ba’da Maghrib. Trus, diambil sama yang lain untuk didistribusikan ke temen-temen yang lain. Gillaaa. Sebelum adzan Isya undangan sudah di tangan yang diundang. Gercep alias gerak cepat. Salut deh langsung gas ke sana ke sini. Hari itu hari Jumat, tepat sehari sebelum kumpulan, haha. Manusia deadline semua. Undangan tertulis pukul 19.30 WIB dan temen-temen ontime. Aku merasa terharu *sambilmengusapairmata. Rapat dimulai pukul 19.35 WIB. Sebelum rapat, ada materi tentang pembuatan akta otentik dan

Semanis Geplak

Bantul adalah kabupaten yang terletak di sebelah selatan Kota Yogyakarta. Apa yang terpikirkan ketika mendengar Bantul? Emm, Parangtritis? Hutan Pinus Mangunan? Puncak Becici? Atau makanannya yang enak beud seperti gudeg, mie des, sate klatak, dan masih banyak lagi. Orang Bantul sukanya memang makanan yang manis-manis . Tak heran ada pabrik Gula di salah satu kabupaten Bantul yakni Pabrik Madukismo. Berbicara makanan yang manis, wisatawan dari luar kota pasti memburu makananan yang satu ini. Yap, geplak. Geplak memang makanan khas Bantul. Terbuat dari bahan utama tepung, kelapa parut, dan tak lupa gula pasir. Geplak berbentuk bulat. Warnanya pun warna-warni menarik karena diberi pewarna makanan yang aman. Geplak pasti dengan mudah ditemukan di pusat oleh-oleh khas Jogja. Geplak biasanya di kemas dalam wadah anyaman bambu yang bernama besek. Ketika geplak digigit rasa legit menyeruak lidah. Manis sekali, emm seperti orang Bantul ya, hahaha. Tenang saja, harga geplak terjangkau ko

Ketela

Hari pangan sedunia jatuh pada tanggal 16 Oktober. Nah, dari HMPS (Himpunan Mahasiswa Program Studi) ada acara World Food Day di taman kampus. Nah, dari prodi kami juga ikut meramaikan. Tema kali itu adalah produk lokal. Produk lokal yg sudah ditentukan panitia yakni ketela atau singkong. Kami, mengeluarkan keripik balado, pom pom cassava, dan bola-bola coklat. Sedih banget ketika temen-temen ngajuin keripik ketela yang dinilaikan ke juri,wkwkwk. Sisi mana uniknya? Nggak ada haha. Temen-temen di bagi menjadi beberapa kelompok. Kelompok memasak, kelompok SPG, kelompok penggembira, kelompok dekorasi, dan desain. Aku tidak masuk satu kelompokpun wkwk. Aku cuma turut andil membuatkan produk, dan di goreng dadakan. Produk yang aku buat dari rumah yakni bola-bola ketela coklat. Itu produk yang kami buat sewaktu SMK kelas dua pada praktikum kewirausahaan. Huaaa jadi kangen sekolah di SMK. Dimana berangkat setengah tujuh, ketemu temen-temen di jalanan kota, pulang sore terus. Karena, pula

Resonansi Rindu

Setiap kali hujan, tiap tetesnya mampu meresonansikan kenangan. Bayangkan, berapa milyar tetes yang berjatuhan dari atas sana. Sebanyak itu pula tetes hujan meresonansikan kenangan orang banyak. Kenangan itu menguap memenuhi atmosfer. Kali ini, hujan meresonansikan mu, iya kamu. Kejadian bersamamu berkelebat silih berganti begitu saja. Tanpa bisa aku hentikan. Aku hanya bisa menikmati saja. Menikmati kenangan silih berganti yang berputar-putar di otak. Entah sampai kapan. Apakah saat tetes hujan terhenti, resonansi nya pun ikut terhenti pula. Kamu, bisa menjamin tidak? Aku terhenyak. Mengambil napas dalam-dalam. Begitu banyak ya cerita kita berdua. Kita? Kita siapa? Apakah aku terlalu egois untuk menyebut kata ‘kita’?. Kalau kamu tidak setuju, aku bisa mengeditnya kemudian. Tenang saja. Emm, bagaimana kamu tahu aku menyebut kata ‘kita’? Akupun tidak memberitaumu sekecil informasipun tentang tulisan ini. Pada akhirnya aku cuma ingin bertanya. Kamu, apa kabar? Apakah kegiatanmu di lua

Weekend

Hari Sabtu dan Ahad ini memang dahsyat sekali. Sabtu kemarin. Paginya aku pergi dilanjut siang. Nah, di jalan Wates hujannya deres banget. Tujuanku sih masuk toko di Jalan Tendean. Nah, begitu masuk toko, hujannya terang. Dari sekian banyak pengunjung, yang basah dan kedinginan cuma aku doang. Biarin, yang penting PD hahaha. Setelah itu, aku pulang ke rumah. Di rumah cuma mampir ganti baju, makan, sholat lalu gas pergi lagi. Pulang sore. Istirahat, ngobrol-ngobrol sebentar sama sepupu trus mandi sore. Sesudah mandi sore gas ke masjid. Nah, baru bisa nyantai setelah maghrib sampai Isya. Isya sekalian di masjid. Agenda selanjutnya yakni kumpulan pemuda-pemudi kampung di masjid itu juga. Aku udah persiapan. Aku sekalian bawa buku dan alat tulis biar aku nggak pulang lagi. Nyiapin rapat lalu rapat dimulai pukul setengah malam teng. Asyik ontime. Good job anak-anakku. Materi kali itu diisi oleh Tim PKBH Fakultas Hukum UMY. Materinya tentang akta dan kawan-kawannya. Sumpah. Aku yang merem

Sumur Rara Jonggrang

Bandung Bondowoso merangsek Istana Ratu Boko. Mendobrak pintu utama. Rara Jonggrang marah sekaligus kaget. Kaget karena Bandung Bondowoso datang lebih cepat dari yang dipikirkannya. Marah karena Rara Jonggrang tahu bahwa ayahnya meninggal di tangan Bandung Bondowoso. Wajah Rara Jonggrang merah padam, namun kecantikannya memikat Bandung Bondowoso. Tanpa berlama-lama lagi, Bandung Bondowoso melamar Rara Jonggrang saat itu juga. Di hadapan pasukan Bandung Bondowoso, dayang-dayang Kerajaan Ratu Boko, Bandung Bondowoso mengutarakan maksud hatinya, “Rara, aku menginginkanmu untuk menjadi permaisuri Kerajaan Pengging” Rara Jonggrang terdiam lama. Dendam kematian ayahnya membara dalam hatinya. “Aku menunggu jawabanmu, Rara” ucap Bandung Bondowoso tak sabar. “Aku tidak bisa menjadi permaisurimu ” jawab Rara singkat. “Kenapa Rara?” “Sekali tidak bisa. Aku tetap tidak bisa menyaguhi permintaanmu” Rara Jonggrang tegas. “Katakan. Katakan apa yang kau minta Rara” Rara Jonggrang kembali terd

Fisika

Mayoritas putih abu-abu yang jurusan IPA pasti setuju. Fisika itu rumit. Sama rumitnya dengan tiba-tiba kamu membuat jarak padaku tanpa alasan. Tanpa alasan dan penjelasan apapun. Semuanya sudah jelas seperti bintang gemintang di langit malam hari. Aku menurutimu. Menjauh perlahan. Dosen fisika yakni Pak Bayu menjelaskan bahwa fisika itu menyederhanakan. Aku dengan temen sebelahku langsung bersitatap tidak setuju. Apanya yang sederhana pak, aku tidak setuju. “Coba kita bayangkan. Misalnya berapa lama kamu sudah menunggu? Sudah lama. Lama, ukuran yang subjektif bagi semua orang. Lamanya seberapa? Kalau menurut si A lama, kalau menurut si B itu tidak lama. Ukuran yang tidak sama bagi tiap orang. Maka, fisika menyederhanakan masalah tersebut dengan satuan. Satuan detik, menit, jam, hari, bulan, tahun agar objektif” Pagi itu, Pak Bayu datang agak terlambat. Jadwal beliau mengajar kami seharusnya tepat jam delapan teng. Jadilah, matkul fisika agak mundur dari biasanya. Wah bakalan mundur

Mencuci Malam Hari

Begitu ku buka aplikasi whatsapp, ratusan pesan memenuhi hapeku. Untungnya, semua grup sudah ku bisukan. Aman jadinya :D Ada yang menarik dari pesan tersebut. Grup whatsapp karang taruna desa ratusan pesan. Guilakk. Biasanya tidak seramai ini. Ternyata ada dua anggota karang taruna yang mengulang hari lahir nya di Bulan Oktober. Mas Hary dan Mbak Irda. Ucapan selamat dan doa datang bertubi-tubi di grup. Tanpa ba bi bu, mereka berdua langsung booking warung nasi goreng di dekat rumahku. Aku yang hanya menjadi silent reader grup, tetiba di japri untuk datang ke tkp. Padahal aku lagi asyik-asyiknya membaca Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin dan terkantuk-kantuk di meja. Aku membaca novel dalam bentuk buku, bukan PDF yang di share di grup ODOP. Baru sampai halaman empat puluhan. Greget banget ceritanya. Setelah ganti baju, aku langsung berjalan ke tkp. Iya jalan. Aku malas memakai sepeda ataupun motor. Lokasi cuma selemparan batu dari rumah kok. Jam menunjukkan pukul 21.19. Terny

Sepotong Kenangan

Tadi, sekitar jam 21.00 WIB aku baru menulis tentang Kirab yang ke dua. Aku menulis di tempat yang biasa buat aku nulis yakni di kamar tamu. Kursi paling timur sendiri dengan ventilasi udara di dekatnya. Di temani laptopku yakni si Sozzy. Sebelumnya aku tidur terlebih dahulu. Jadilah efek belum sadar masih menguasai tubuhku. Kemudian, aku hanya memandangi laptop saja. “Tok tok tok” Aku diam saja. “Tok tok tok” Aku sadar. Ada yang mengetuk pintu rumah sebelah timur. Tepat di sampingku. Aku beranjak membukanya kemudian. Terlihatlah sepupuku, Mbak Ani dan menantu budhe, Mbak Ambar. “Bapak ada ya?” “Bapak pergi mbak, baru aja. Tadi ronda” Muka Mbak Ani datar semi aneh gitu. Aku tak paham. “Kenapa Mbak?” “Mas Suko nggak ada” “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un” Aku lemas kemudian. Mengingat informasi ini harus segera sampai ke bapak, aku bersiap. Menyambar rok, kerudung, dan kacamata. “Tak nyari bapak dulu mbak,” Sepanjang jalan aku berpikir. Aku mau muteri kampung kah?  Rondan

Kirab (2)

“Tess, tess.” Keringat terasa mengalir di punggung. Upacara kirab ini di temani sang surya yang baru senang-senangnya muncul tanpa ditutupi mega. Jam tengah dua siang coba, upacara. Padahal aku udah lama nggak upacara. Kalaupun upacara di sekolah kan pagi. Nggak bakalan sepanas tengah hari. Padahal, aku prediksi hari itu akan hujan karena hari sebelum-sebelumnya hujan deres. Udah siap jas hujan sekali pakai juga. Ternyata, keadaan berbanding terbalik. Selama upacara, aku enggak fokus. Cuaca nya panas. Suara inspektur upacara kurang keras. Speakernya kayaknya kurang memadai bagi pendengar satu lapangan bola yang belum standar itu. Lengkap sudah. Logistik satu kardus air mineral langsung ludes. Amazing, belum juga keliling. “Butuh dua orang untuk membawa banner. Posisinya di depan Pak Lurah” Mas Ikhsan nyeplos begitu saja. Pemudi tempatku yang udah syantik-syantik terdiam lama. “Kenapa ambil punya tempat kita mas” aku menjawab. “Padahal kan ya, pemudinya udah sedikit, pas-pasan, d

Kirab (1)

Adzan dzuhur bergema. Aku langsung pulang ke rumah. Mengingat waktu yang semakin sempit. Sesampainya di rumah, adikku si Ipin sudah bersiap-siap. Bersiap-siap mengisi perut. Aku pun, juga langsung menyusulnya. Sholat sudah, makan sudah. Langsung kami bersiap-siap mengenakan kostum untuk kirab siang itu. Aku memakai rok hitam panjang yang dirangkap dengan jarik yang telah di modifikasi. Kaos seragam berwarna merah maroon. Tak lupa kerudung hitam yang diperdebatkan segitu lamanya yang udah aku ceritakan di post sebelumnya, yakni di post Rapat Kirab Budaya Bersama Jaya Waskita episode ketiga. Kacamata, oh iya, kacamata tak lupa aku pakai untuk menghalangi debu berhamburan di lapangan nanti. Jam 12.15 aku dan Ipin sudah siap. Langsung menuju rumah pak RT. Gilaaaa, jam segini udah pada siap semua. Udah make up an semua yang pemudi. Udah pakai alis palsu, lipstick, eye shadow, juga bedak. Apa aku nya kelamaan ya di rumah. Tetiba di rumah pak RT sudah siap jalan menuju lapangan.Aku memakai

Menjauh Tanpa Aba-Aba

Aku merindukanmu. Titik. Entah sudah berapa kali aku memimpikanmu dalam tidurku. Mimpi adalah refleksi dari pikiran. Ya, aku terus memikirkanmu hingga tanpa sadar merefleksikanmu dalam mimpiku. Aku rindu dan kamu. *** Aku duduk menyendiri di kursi wilayah pedestrian Malioboro. Aku tak berharap ditemani siapapun sekalipun sahabatku sendiri. Aku di teleponnya berkali-kali. Aku mereject berkali-kali pula. Aku menatap kosong layar hapeku. Kamu tersenyum diantara rak buku menjadi wallpaper hapeku. Suara dari seniman angklung, mesin motor, taksi, derap kaki kuda yang khas tak menggubris konsentrasiku sama sekali. Sekalipun mereka di dekatku. Aku sunyi dikepung suara tinggi. Aku masih ingat kejadian dua hari lalu. Saat kau menelefonku tiba-tiba. Aku tersenyum bahkan bersorak dalam hati. Aku lalu keluar ruangan rapat pada sore itu. Kuangkat telefonmu. Aku tak sabar ingin segera mendengar suara khasmu. Berat namun penuh wibawa. Kau mengatakan bahwa kau ingin menemuiku sesegera mungkin. Aku

Sugeng Tanggap Warsa Jogjaku

Sugeng tanggap warsa kagem Yogyakarta ingkang kaping 261. Hihi, teman-teman ODOP pasti ada yang belum tahu artinya wkwk. Okedeh tak translatin ke bahasa Indonesia deh. “Selamat ulang tahun untuk Yogyakarta yang ke-261” ya begitulah man teman artinya. Sepanjang jalan dari Tugu Jogja ke selatan hingga alun-alun utara Yogya ada yang berbeda nih. Sepanjang jalan tersebut kanan-kirinya dihiasi dengan janur kuning. Jadi, janur kuningnya banyak, ratusan. Janur kuningnya sudah dibentuk sedemikian rupa menjadi janur kuning yang kayak di pernikahan orang Jogja. Suasana jalan kayak suasana nikahan orang ya, wkwk. Tepat pada tanggal ini, 7 Oktober 2017 Kota Yogyakarta mengulang hari jadinya yang ke 261. Udah lama juga ya ternyata. Pemkot Kota Yogyakarta menghadirkan Wayang Jogja Night Carnival 2017 yang merupakan event tahunan untuk mengangkat kekuatan budaya Yogyakarta sebagai sajian utama. Peserta karnaval masih berasal dari masyarakat 14 kecamatan Kota Yogyakarta. Wayang Jogja Night Carnival 20

Lapar

Lupa kalau hari ini belum setoran. Keinget lagi setelah megang hape dan baca tulisan share link. Hadeh payah bener deh. Saat nulis ini, perutku keroncongan. Aku lapar beud. . Mana setelah buka rak ternyata nggak ada lauk. Udah jam sepuluh malam pula. Males ngeluarin motor, pakai kacamata, menutup pintu, mengunci pintu kembali Biasanya ada telur mentah yang biasanya ku goreng malam-malam dan tengah malam. Setelah buka-buka rak ternyata ada teh sekian bungkus. Yakali aku ngemilin daun teh kering. Nasi masih mencukupi sih, tapi itu hlo lauknya nggak ada. Mana perut sakitnya kayak kemasukkan angin lagi. Ayo Ipin temani aku keluar buat beli makanan. Kamu nggak sedih apa melihat Upin tersiksa di depan laptop sambil nulis gitu? Dimana jiwa korsamu Ipin? Hahaha Oh iya, tadi ada teman yang ngehubungi via whatsapp. Ku jawab kemudian. Dianya mbales kelamaan. Paling tidak sehari kemudian. Walaupun dia sedang online, pesanku yang nggak panjang-panjang amat nggak segera dibaca. Haduh. Padahal kal

Proses

Dua hari yang lalu. Aku berjalan santai menuju gedung fakultas. Aku menengok sebelah kanan kiriku. Menyapu pandangan. Ignas mana ya? Katanya menungguku di depan rektorat. Kok sudah raib saja. Aku tetiba baru saja ingat. Matkul selanjutnya dimulai pukul 12:15. Kulihat jam di hapeku. 12:26. Gawat. Aku mempercepat langkahku menuju ruang 303. Tangga ku naiki dengan cepat. Nafas memburu ketika sampai depan pintu 303. Masuk enggak masuk enggak. Aku bimbang. Sebelumnya, Pak Agus, pengampu matkul agroindustri pernah membuat peraturan. Telat maksimal sepuluh menit atau lima belas menit ya. Payah. Kenapa aku bisa lupa gini. Ku kirimkan pesan ke Ignas. “Nas, boleh masuk nggak ya?” “Boleh kayanya, coba aja” Kuberanikan masuk. Ku ketuk pintu terlebih dahulu. Puluhan pasang mata langsung tertuju padaku. Untung kacamataku ku lepas, jadi tak bisa kulihat dengan jelas sorotan mata mereka. Langsung duduk di sebelah Ignas. Ignas tersenyum padaku. Aku membalasnya dengan nafas yang tak teratur. Alhamdu

Ayat-Ayat Cinta dan Ustadz Amru

Desir pasir di padang tandus Segersang pemikiran hati Terkisah ku diantara cinta yang rumit Bila keyakinanku datang Kasih bukan sekedar cinta Pengorbanan cinta yang agung ku pertaruhkan *ost Ayat-ayat Cinta oleh Rossa* ** Siswa kelas satu hingga enam SD berkumpul menjadi satu di sebuah aula sekolah pagi itu. Aku saat itu masih menginjakkan kaki di kelas empat . Sembilan tahun yang lalu.  Namaku di panggil oleh salah satu guruku. Aku segera keluar dari aula dengan susah payah. Mencari celah yang kosong untuk memijakkan kaki.  "Setelah selesai acara yang ini yaa" Guruku menunjukkan susunan acara, Aku mengangguk. Nanti langsung Mbak Setya yang akan tampil. Aku kembali mengangguk paham. Aku menengok ke dalam aula lagi. Hmm, cukup banyak juga siswa yang hadir pagi ini. Aku balik badan. Duduk di kursi yang kosong.  "Udah, tenang aja" Aku menengok ke sumber suara.  Ustadz Amru batinku. "Anggap aja semua yang duduk itu batu. Jadi, ka

Aktris

Undangan sudah ada di tangan. Selasa pagi. Jadwal pelajaran yakni praktikum mikrobiologi. Memilih pelatihan jurnalistik atau praktik mikrobiologi? Aku terdiam lama. Memang pilihan sulit. Aku menanyakan letak sebuah ruang kepada petugas kebersihan pagi itu. Lalu, kunaiki tangga kemudian belok kiri. Suara dari pengeras menerobos keluar. Aku melihat jam. Sudah dimulai lima belas menit yang lalu. Kalau tidak molor. Aku langsung memasuki ruangan tersebut. Tersisa satu kursi kosong di deret kedua dari depan. Aku bersorak dalam hati. Selasa itu, aku memilih pelatihan jurnalistik di sebuah kantor surat kabar harian di kotaku. Tentang laporan sementara praktikum dan jas laboratorium ku tinggalkan terlebih dahulu. Inhal atau praktik sendiri pun menanti. Pelatihan jurnalistik pagi itu diisi oleh sang wartawan. Asyik sekali kedengarannya. Bertemu orang hebat tanpa ada rasa minder. Pokoknya, semboyan yang harus di pegang adalah Ojo Gumunan jangan menjadi kagetan-. Wartawan tersebut pernah mengej

Nobar

September sudah berakhir. Dua tahun yang lalu, di saat akhir bulan September, timeline yang lagi hitz adalah lagunya Greenday. Wake Me Up When September End. Pada bulan Oktobernya, kami, kelas tiga SMK akan meninggalkan kota masing-masing menuju daerah PKL. Luar kota kebanyakan. Ada juga yang luar pulau. Memang dramatis ya, kayak nggak akan pulang bertahun-tahun kemudian aja, haha.  Ada satu peristiwa sejarah di akhir Bulan September yakni Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia singkatnya G 30 SPKI. Timeline instagram pun penuh dengan acara nobar film Pengkhianatan PKI. Lokasinya ada yang di Balai Desa, Masjid, dan lainnya. Kebanyakan timeline yang aku baca sih di Masjid seperti di Masjid Mini Baiturrahman Aceh, Masjid Pogung Dalangan, Masjid Jogokariyan, dan lainnya. Aku ngerasa kalau cuma aku kayaknya yang belum pernah nonton film tersebut. Tolong, seseorang ceritakan padaku intinya aja. Menguras rasa penasaran juga sebenarnya. Berawal dari rasa penasaranku, maka kami memutu

Rapat Kirab Budaya Bersama Jaya Waskita (3)

Mas Ikhsan menegaskan saat rapat bahwa kaos tidak bisa diambil kalau satu orang belum lunas. Nah, teman-teman lain yang sudah lunas akan mengompori teman yang belum lunas untuk segera melunasi kaos. Bener juga sih, cari massa, hahaha. Padahal, mas Ikhsan bilang kepadaku bahwa kaos sudah jadi dan tinggal diambil saja. Kejadian rapat membahas kirab budaya tak lepas membahas seragam kerudung yang digunakan pemudi. Bawahan hitam dirangkap dengan jarik, kaosnya berwarna maroon, nah kepala ada hiasan setangan leher atau ikat kepala. Kerudung warna apa ya yang cocok digunakan untuk seragam? “Maroon?” “Enggak mau, nanti warnanya mati deh” “Hitam” “Jangan deh, panas. Kirabnya kan upacara jam setengah satu siang. Pakai hitam? Panas banget pasti” “Dongker, mayoritas pada punya kan. Gimana kalau dongker” tanyaku. “Nabrak mbak warnanya” “Nah, justru disitu unsur seninya haha” ucapku. “Mustard aja mbak” “Hah mustard? Yakin nih? Banyak yang kudu beli nih kayaknya. Nek menurutku mending gun