Langsung ke konten utama

Rapat Kirab Budaya Bersama Jaya Waskita (3)


Mas Ikhsan menegaskan saat rapat bahwa kaos tidak bisa diambil kalau satu orang belum lunas. Nah, teman-teman lain yang sudah lunas akan mengompori teman yang belum lunas untuk segera melunasi kaos. Bener juga sih, cari massa, hahaha. Padahal, mas Ikhsan bilang kepadaku bahwa kaos sudah jadi dan tinggal diambil saja.
Kejadian rapat membahas kirab budaya tak lepas membahas seragam kerudung yang digunakan pemudi. Bawahan hitam dirangkap dengan jarik, kaosnya berwarna maroon, nah kepala ada hiasan setangan leher atau ikat kepala. Kerudung warna apa ya yang cocok digunakan untuk seragam?
“Maroon?”
“Enggak mau, nanti warnanya mati deh”
“Hitam”
“Jangan deh, panas. Kirabnya kan upacara jam setengah satu siang. Pakai hitam? Panas banget pasti”
“Dongker, mayoritas pada punya kan. Gimana kalau dongker” tanyaku.
“Nabrak mbak warnanya”
“Nah, justru disitu unsur seninya haha” ucapku.
“Mustard aja mbak”
“Hah mustard? Yakin nih? Banyak yang kudu beli nih kayaknya. Nek menurutku mending gunain warna yang ada aja. Nggak usah beli. Ribet”
“Yang ungu dusty mbak, bagus warnya”
“Atau abu-aba aja mbak”
“Nek abu-abu kegelapannya juga beda kan?”
Setelah ngalor ngidul membahas warna, pemuda geleng-geleng mengingat betapa perfeksionisnya kami, haha.
“Eh mbak, keknya pakai bendera merah putih di pipi bagus keknya”
“Oh iya ide bagus itu”
“Pakai spidol warna merah putih gimana? Yang merah kan mas Ikhsan punya. Nah yang putih tinggal beli gimana?”
“Emmm, usul, pakai lipstick aja gimana? Lisptik merah dan putih”
“Udah udah cukup. Tak buatkan stiker bendera merah putih aja” sela pemuda.
“Nahhhhhh” pemudi berucap bersama-sama
“Ya Allah kenapa mereka begitu ribet” ucap seorang pemuda dengan wajah melas diikuti dengan gelengan kepalanya berkali-kali.
Setelah debat berkepanjangan itu, diputuskan warna kerudungnya hitam. Titik.

Komentar

Posting Komentar