Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2014

Aneh, haha

Aku hanya memandangi luar ruangan. Tak nampak adanya tanda-tanda. Hujan kali ini semakin deras. Hawa dingin kian menusuk tulang. Sementara riuh cakap-cakap suasana di dalam ruangan. Memandangi anak kecil tertawa membuat aku semakin tak mau menarik bibir. Tersenyum. Sepuluh menit berlalu. Tetap tak ada sorot lampu dari arah utara. Tak ada suara mesin yang menderu. Tak ada motor yang melintasi jalan seberang dengan kecepatan 20 km/jam. Heiiii? Kenapa tak nampak bayangmu sama sekali? 19 Juli 2014.

Ketika Wajah Lama Muncul Kembali,

Aku berdiri seorang diri di ruang tamu. Menghadap ke timur di balik kaca. Entah, apa yang membuatku berlama-lama disini. Hingga sepenggalah matahari, aku pun tak menggeser posisi. Berharap menemukanmu diantara celah sinar.           Seorang remaja, mengenakan helm hitam menatapku beberapa detik. Aku pun tak sengaja melihatnya. Kami saling beradu pandang. Mungkin, kaca rumahku tak terlalu tembus pandang terlihat dari luar. Hingga ia membutuhkan waktu untuk melihat seseorang berdiri dibaliknya.           Rasa-rasanya tak asing dengan wajahnya. Juga cara menatapnya. Tapi, aku tak ingat apapun. Alisku hampir menyatu. Mataku menatap langit-langit rumah. Seakan-akan otakku mencari sebuah berkas. Nama kamu. Iya, aku mencarinya.           Pandanganku terus mengikuti bahunya hingga tersisa bayangannya saja. Deru motor masih terdengar. Dua remaja berboncengan. Kemudian diikuti satu lelaki yang sudah pantas disebut ‘ayah’ memboncengkan istri dan seorang anak kecil lucu. Perlahan-lahan

Gagal : )

  “Ayo keluar semuanya dari tenda. Semuanya tanpa kecuali” Tak selang satu detik, tenda kami digoyang-goyangkan. Shita cepat-cepat membuka restleting tenda yang tak lain adalah pintu tenda. “Kenapa Fiq” Shita melongok keluar. “Ya pokoknya semua harus keluar dari tenda. Hujan semakin deras. Secepatt mungkin keluar dari tenda” Nada bicaranya yang tergesa-gesa serta wajah panik yang tak bisa disembunyikan bak magnet bagiku. Ditambah suaranya yang meninggi. Aku panik. “Tahu sepatuku enggak? Sepatuku kok gak ada ya?” Devi disibukkan dengan sepatunya yang menghilang. Ia membongkar semua isi tasnya. Sementara itu, Akma mencari jas hujannya. Suasana tenda makin parah ketika tujuh penghuninya disibukkan mencari benda masing-masing. “Ya, gimana ini? Kita keluar dari tenda sekarang?” Anisa bertanya padaku. Suasana yang riuh serta derasnya hujan membuatku berbicara lebih keras dari biasanya. “Sangga perintis satu tolong minta perhatiannya” Aku berbicara menahan kepanikanku s