Hari Jumat kemarin aku nggak berangkat untuk jaga-jaga sewaktu-waktu TU Fakultas menghubungi. Asli, aku dibuat gedheg berkali-kali dengan petugas TU fakultas. Sepertinya aku adalah mahasiswi yang menjadi salah satu dari sekian banyaknya yang menjadi korban ‘keprofesionalan yang kebangetan’ oleh petugas TU.
Sore itu aku belanja kebutuhan, mengantar paketan ke
beberapa ekspedisi, dan mengambil uang di ATM. Sesampainya di rumah, aku
mendapat kabar bahwa pak dukuh mencariku.
“Petugas pemilu ya mesti?” Tanyaku kepada orang rumah.
Tentu saja tidak meleset karena aku mendapat info dari petugas
pemilu kalurahan yang sudah dilantik di hotel beberapa waktu yang lalu. Kata
orang rumah kalau aku tertarik aku disuruh ke rumah pak dukuh. Aku malah jadi
semakin bimbang. Aku trauma jadi petugas survei tahun 2021 lalu. Server down,
aplikasi down, beberapa orang yang telah ku input ternyata meninggal dunia akibat
keganasan covid. Lalu ku putuskan untuk tidak ke rumah pak dukuh mengingat
gamangnya hatiku. Selain itu badanku juga udah capek. Jadi tidak bisa berpikir
dengan jernih.
Jumat malamnya aku rapat rutin pengurus inti di kalurahan.
Kami sudah memiliki sekretariat sendiri di lantai dua. Walaupun tidak terlalu
luas, namun bersih dan cukup nyaman. Ada dua lemari yang terbuat dari kayu dan
kaca. Ada sertifikat menang kejuaraan antar karang taruna yang ditempel manis
di dinding. Ada meja, kursi, kipas angin, papan tulis, dan wi-fi. Sangat
nyaman. Apalagi sekarang udah ada komputer, print, dan speaker. Namun minusnya
satu. Rada horror kalau malam. Apalagi aku pernah diganggu. Huft.
“Ini Mbak Tya sekarang udah ada printnya. Nggak perlu ribut
sama mbak fotocopyan.”
Aku tertawa setelah mendengarnya. Karena aku pernah ribut
gegara mbak fotocopy yang tidak mau mencatat copyan dari karang taruna yang sudah
digunakan jatahnya. Usai rapat aku jadi tukar pendapat mengenai petugas pemilu
dengan rekan-rekan karang taruna. Aku malah jadi semakin bimbang. Aku putuskan
untuk tidak ke rumah pak dukuh untuk mengisi formulir pendaftaran petugas
pemilu.
Hari Ahad. Biasanya hari Ahad itu sepi. Namun kemarin aku
menerima tiga tamu yang datang ke rumah. Alhasil aku bongkar pasang kerudung
sebanyak tiga kali pula huftt. Dan tamu yang terakhir datang adalah pak dukuh.
Pak dukuh sangat ambis sekali untuk membujukku jadi panitia pemilu di TPS
kampung kami. Entah gimana ceritanya aku mengiyakan. Yaudahlah seumur hidup
cukup sekali ini aja. Dibanding penasaran terus kann.
Aku mulai mengisi formulir pendaftaran, daftar riwayat hidup,
dan surat pernyataan. Syarat lainnya adalah surat keterangan sehat, fotocopy
KTP, fotocopy ijazah, dan pas foto berwarna ukuran 4x6cm. Semuanya sudah aku
punya kecuali surat keterangan sehat. Pas foto merupakan sisa foto untuk ijazah
yang kucetak lebih sebagai syarat yudisium. Alias foto dua tahun yang lalu memakai
jas hitam dan dasi hitam.
Senin sore tadi aku langsung ke klinik terdekat rumah. Kalau
ke puskesmas pasti tidak keburu waktunya. Dugaanku hanya aku doang yang
periksa. Ternyata banyakkk. Namun tidak lama kemudian aku dipanggil juga dengan
nomor urut 26. Aku ditensi terlebih dahulu.
“Tensinya 90 per 60 Mbak.”
Aku kaget. Aku nggak salah dengar kan?
“Ini tensinya rendah Mbak.”
Sudah kuduga. Dulu di tahun 2017 aku pernah berada di posisi
tensi ini. Parahnya, aku dulu sampai nggak bisa mengendarai motor saking tidak
stabilnya tubuh ini. Seperti pusing tapi bukan pusing. Takutnya malah jatuh di
jalan. Hebat juga aku masih bisa berkendara dengan tensi segini. Lantas aku
disuruh untuk duduk kembali menunggu antrian.
Tidak sampai sepuluh menit namaku dipanngil oleh dokter.
“Setya Ramana.”
Ramana gais. Aku duduk.
“Ini tensinya rendah ya Mbak. Rasanya gimana?”
“Agak goyang sih dok kalau naik motor.” Jawabku.
“Makan-makanan yang banyak dan makan makanan yang memiliki
kalori tinggi serta banyak protein ya.”
Setelah itu aku kembali menunggu dipanggil kembali. Terjawab
sudah gempa lokal selama ini. Gempa yang membuatku merasakan kasurku
bergoyang-goyang berkali-kali. Gempa lokal yang membuatku sempoyongan ketika jalan.
Gempa lokal yang membuatku menyangka kalau ban motorku bocor. Namun ternyata
tidak bocor. Bahkan aku sering berhenti di jalan memastikan ban motorku tidak
kenapa-kenapa karena rasanya seperti tidak nyaman.
Mengenai makanan tinggi kalori, sepertinya konsumsi kaloriku
sudah cukup mengingat berat badanku naik 1,75 kg. Huaaaa. Jadi penyebabnya apa
ya?
Bantul, 30 Januari 2023
22:07
Semoga sehat-sehat selalu Kak Setya.
BalasHapusJaga pola makan dan pola hidupnya ya.. hehe
pernah merasakan juga tekanan darah rendah, memang tak enak banget rasanya ke badan, lemes dan tak bersemangat
aamiin, terimakasih kak yonal. Siappp pokoknya ehehhe. Bener huahua, akhirnya menemukan orang yang memiliki tekanan darah rendah juga wkkw
HapusAku juga sering rendah tensinya, tapi alhamdulillah udah normal sih. Mungkin pengaruh pikiran juga bisa Kak.
BalasHapusLahhh sama kak:) Oh iya benar juga eheh, harus tenang pokoknyaa
HapusEnak bgt storytellingnya mba Tya. Hehe. Aku pikir gempa apaan, yaampun. Sehat2 terus yaa, mba. Jangan lupa makan. Hihi
BalasHapushihi terimakasih mba, gempa lokal ini mba haha. Aamiin, nggak lupa pokoknya kalau makan wkkw
HapusAiihh tulisannya bagus banget. Aku juga tensi selalu rendah. 90-100 itu udah bagus. Kalo lagi ngedrop bisa ke 80. Pernah ke puskesmas di tensi cuma 80, petugasnya nanya. Emang masih kuat bawa motor? Dan sarannya juga sama. Mesti banyak makan. Wkwkwk
BalasHapusterimakasih mbak eva, jadi malu nih wkakak. 80? Wah udah kayak apa itu rasanya huhu. Ayo makan yang banyak mbak eva hihi
HapusEnding-nya mau ngakak tapi takut banget wkwk memang yaa, Kak, usia kita begini enggak ada pengecualian buat tensi baik rendah maupun naik. Tinggal gimana pola hidupnya aja nih. Tapi kadang hidup suka bikin tensi enggak stabil wkwkwk
BalasHapusbuat pengingat untuk selalu jaga pola hidup ternyata ya kak vina:)
HapusJaga kesehatan mbaa, jangan kecapekan juga hehehe.. aku jg pernah kayak gituu huhu dan emang butuh istirahat yg cukupp biar ngga gempa lokal lagi hahaha
BalasHapussiap pokoknya mbak jihan, istirahat yang banyak ehe
HapusWah semoga terus sehat Mbak. Mungkin banyak begadang ngerjain job-job nulis membuat lelah dan tensi rendah. (Zen)
BalasHapusaamiin terimakasih mas zen, wkwk :D
HapusKirain apaan gempa lokal, hihihi. Dulu aku juga sering gini, nih. semoga kita semua sehat selalu, ya, Kak
BalasHapustos dulu mba hihi
HapusJangan begadang dan stres kak. Semoga sehat selalu.
BalasHapusSaya baca sampai akhir, mencari info penyebab gempa lokal. Ternyata kak setya yang gempa
terimakasih banyak mbak ehe, iya gempa lokal wkkw
Hapusta kirain gempa lokal apa mbak, ternyata hipotensi to,semoga lekas sembuh ya mbak, sehat-sehat ya mbak
BalasHapussuka story tellingnya
wkwk aku yang gempa, aamiin terimakasih mbak. aduh jadi maluuu aku :D
HapusOalaah kirain gempa, ternyata tensi 😂
BalasHapusSehat-sehat terus Kak Tyaa 🥰🥰
Iya gempa lokal ini mba floren ehe, aamiin terimakasih mba
HapusKirain ada gempa gimana, ternyata oh ternyata. Btw, jadi petugas Pemilu lumayan berat juga sih. Beberapa kali jadi KPPS lumayan menguras waktu dan tenaga. Mulai persipan sampai selesai. Wal hasil tahun ini untuk eprsiapan 2024 saya lebih milih jadi pemilih aja. Biar libur bisa santai di rumah.ðŸ¤
BalasHapuswaduh ternyata senior di KPPS hihi, salam hormat
Hapuswah kok ngeri ya, hihi.. memang tekanan darah ini penting banget buat dikontrol normal ya, karena rendah bahaya, tinggipun lebih bahaya hihi..
BalasHapusharus di tengah-tengah biar nggak bahaya ehe
Hapustadi bayangaku gempa bumi, ya ampun. Pas masuk tulisan, mana nih yang membahas penyebab gempa buminya...wkwkwkwkwk ternyata gempa yang lain
BalasHapusgempa, iya bukan gempa bumi xixi
HapusBisa jadi karena kurang caranya, kurang gerak atau kebanyakan begadang mba. Hahaha, aku pikir tadi beneran cerita tentang gempa, ternyata gempanya....
BalasHapusSyafakallah ya mba
aaa benar sekali mba ehe, gempa lokal xiix. aamiin makasih mba
Hapus