Langsung ke konten utama

Langka

 “Yak?”

“Iya gimana?”

“Aku tahu kamu sudah capek kan?”

Aku tertawa. Tidak salah lagi. Kepribadian kita yang sama membuatku sama saja berhadapan dengan orang yang sama sepertiku. Tidak bisa berbohong.

“Iya hahaha. Kamu denger kan aku udah menghela napas berkali-kali dan ceritaku sudah tidak se excited tadi.” Jawabku.

Sekarang gantian aku yang mulai menerawang dia.

“Aku tahu kamu juga capek kan?”

Gantian dia yang tertawa. Tanpa jawaban iya pun masing-masing dari kita sudah tahu kalau kita sama-sama capek kebanyakan ngomong. Gantian dia lagi yang kini menyerangku.

“Kamu seharian ini nggak ngobrol sama orang kan?”

Sialan dia mulai menerawangku lagi hahaha. Tanpa dijawabpun kita sudah tahu jawabannya.

“Iya haha.” Jawabku singkat.

“Aku juga udah tahu.” Balasnya.

“Dari Senin sampai Sabtu aku capek berhadapan dengan banyak orang.”

“Iya aku tahu.”

“Aku pengen sendiri untuk ngecharge.”

“Iya aku juga tahu. Tapi jangan sampai kita terlalu lama tidak ngomong sama orang lain. Nanti kita yang kalut sendiri.”

“Iya aku tahu.” Jawabku singkat

“Nah ini aku sebenarnya pengen tahu kenapa kita begini-begitu. Dan kenapa kita berbeda dari orang lainnya?” Tanyaku.

“Udahlah. Kamu nggak perlu validasi dari orang lain. Ya cukup diterima aja. Kita juga udah tahu kalau kita begini.”

“Iya juga sih”

“Iya juga sih. Iya juga sih.”

“Lah aku harus jawab apa?

“Aku juga cuma asal bicara.”

“Hahaha. Menurutku hal seperti ini bisa jadi kekuatan sekaligus kekurangan lho.”

“Lah emang begitu. Tapi kalau kamu terus cari validasi dari banyak orang kamu akan capek sendiri.”

“Tapi kan aku kepo. Faktor apa yang bisa membentuk kita jadi manusia seperti ini.”

“Nggak perlu tahu. Cukup diterima aja.”

“Oke. Berarti aku harus menerima dan berhenti cari validasi dari orang lain kan?”

“Iyaa. Masalah nanti ketemu apa enggak yang penting kan nerima dulu.”

“Okelah.”

                Memiliki kepribadian yang sama dengan sekitar jumlah pemilik kepribadian 1,5% di muka bumi menjadikanku merasa berbeda dengan orang kebanyakan. Jika aku menemui 1000 orang maka kemungkinan orang yang memiliki kepribadian yang sama denganku hanya berjumlah 15 saja. Sungguh langka. Dan akhirnya aku menemukan seorang teman sekolah yang memiliki kepribadian yang sama denganku. Antara bahagia dan horror juga. Bahagia karena menemukan orang yang nyambung banget ngobrol dengan apa yang kita rasakan karena kebanyakan orang tidak memahami apa yang kita rasakan. Banyak penghakiman dari kebanyakan orang yang membuatku tentu saja tidak nyaman.  Horrornya adalah kita nggak perlu ngomongpun udah tahu apa yang ada di pikiran kita masing-masing. Udah kayak dua dukun telepati rasanya. Hahaha.

 


Bantul, 12 September 2022

01:10 WIB

Komentar

  1. Makhluk langka dong. Harus dijaga biar kagak punah.

    BalasHapus
  2. Wah beruntungnya dari 1,5% bisa nemu teman satu sekolahan yang masuk 1,5% juga :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihi iya kak akhirnyaaa menemukan orang langka yang sefrekuensi juga wkkw

      Hapus
  3. Setiap manusia itu unik. Tapi kalo bisa ketemu sama orang yang sama-sama unik keren bangeeet ya mba.... Mantap

    BalasHapus

Posting Komentar