Langsung ke konten utama

Jajanan Anak TPA #2

27 Mei 2017~
Lagi-lagi di tarawih kedua tanpa kehadiran Anto. Aku yang nggak boleh sholat tarawih hanya berkegiatan di rumah saja. Adikku yang pulang dari masjid membawa kabar,
“Mbak, tadi Mbak Ninggar sholat di deketnya lek Anti” Lek Anti adalah buliknya Anto.
“Trus?” Aku tampak tidak bersemangat menanggapi adikku cerita.
“Trus tadi Mbak Ninggar nangis ngedenger ceritanya Lek Anti”
Aku berpikir. Ada apa dengan kondisi Anto. Hingga terdengar kabar, pukul sepuluh malam itu. Putri mengabarkan bahwa Anto akan di bawa pulang untuk di rawat di rumah. Hah? Itu tidak masuk akal bagiku. Dalam keadaan yang serius akan di rawat di rumah? Kan lebih baik di rumah sakit, selain steril juga banyak tenaga medis di sana. Kenapa di bawa pulang? Akhirnya aku debat dengan putri via japri, tidak di grup. Mana masuk di akal?
Selang kemudian terdengar kabar, Anto sudah tidak ada. Aku terpaku menatap layar hape. Ya Allah, secepat ini Kau mengambil adik, kakak, teman kami di usia yang ke tujuh belas. Iya, tujuh belas. Grup kepemudaan kami berduka malam itu. Dadaku begitu sesak teringat menjenguk Anto keesokan harinya. Hari Ahad pukul Sembilan. Ternyata, kenyataannya begitu menyakitkan.
Hanya ada aku dan adikku malam itu di rumah. Kakak, Bapak, dan Ibu semuanya merapat di rumah Anto. Aku keluar rumah sebentar, melihat keadaan. Rumah Ajeng banyak ibu-ibu berkumpul. Ibu-ibu tersebut gempar tatkala Lek Anti jatuh tak sadarkan diri mengetahui keponakannya sudah tiada. Malam itu, aku tertidur dan adikku tak terpejam sama sekali. Apakah ini nyata Ya Allah? Aku masih bingung dengan kejadian yang menimpa kini.
28 Mei 2017~
Murottal Al Quran sudah di setel sejak jam tujuh pagi. Jenazah Anto sudah disucikan dan sudah sampai di rumah. Jam sembilan pagi itu aku bersama adikku takziah ke rumahnya. Rumahku kosong karena semua penghuninya pergi. Aku berjalan dari arah timur menuju rumah Anto. Aku masih tak percaya. Dadaku masih belum sesak saat itu.
Aku bersalam-salamman dengan penyambut tamu yang mayoritas ibu-ibu itu. Tetiba dadaku sesak. Kemudian aku mencari duduk di sebelah utara rumah Anto. Terlihat kain hijau untuk menutupi keranda. Juga terlihat bunga-bunga menghiasi kain hijau itu. Dadaku tambah sesak. Aku kemudian juga menyalami tetangga yang sudah lama duduk disitu. Aku lalu duduk. Semerbak bunga yang tercium, suasana mencekam, dan lantunan ayat suci itu benar-benar menusuk hatiku. Aku sebisa mungkin menahan tangis. Sedangkan, tetanggaku malah sesenggukan di sampingku. Aku merasa pengen keluar dari zona tersebut. Nggak sanggup dengan keadaan disitu. Aku benar-benar nggak sanggup. Aku juga masih belum percaya. Dia sering nongkrong di st dan menatapku saat aku lewat di depan st untuk menjemput adikku. Tatapannya itu kini begitu berbekas.
Terdengar cerita juga bahwa Anto pernah menceritakan suatu kejadian. Dia seperti diikuti bayangan hitam. Bayangan hitam tersebut berkelebat di depan rumahnya. Sebelum ia pergi ke rumah temannya.
“Buk, itu apa yang ada di depan rumah kok ada bayangan kelebat hitam”
“Ibuk nggak ngelihat e”
Anto juga menceritakan bahwa dia mau pergi ke tempat yang jauh dan sendiri. Jlebbb. Tanda-tanda itu memang ada.
Kini, di ulang tahunnya ke delapan belas, ibunya yang single parent menginginkan satu hal. Jajanan TPA hari ini di tanggung beliau. Jazakillah buk.

Komentar

Posting Komentar