Langsung ke konten utama

Shabrin #1



Aku ingat. Saat itu adalah penghujung Ramadhan tahun lalu. Untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri, ibuku memasak makanan yang berbau santan dan ayam. Opor  misalnya. Juga tak lupa teman opor yang setia yaitu ketupat.
Sebagai anak perempuan tertua tugasku kali ini lebih berat daripada adik perempuanku. Luri. Adikku hanya mengisi beras ke dalam janur  yang telah menjadi kelontong ketupat. Sementara itu aku mendapat jatah mengulek sambal yang satu cowek penuh itu. Yap, itu tugas terberatku. Memang alay kedengarannya, itulah pendapat kalian yang sering di dapur. Mengulek sambal. Kalian tahu kan? Aku paling anti dengan memasak. Apalagi berkutat di dunia masak memasak. Huft, enggak banget. Begitu fikirku. Aku tak dapat membayangkan betapa pegalnya tangan dan pundakku. Tapi, melihat ibukku memasak sendirian dengan menu sebanyak itu. Aku jadi tak tega.
Perlahan bawang putih, bawang merah kuulek sampai lembut. Nah ini, aku paling tidak suka mengulek cabai. Susah lembutnya. Karena kesal tidak lembut-lembut, aku sedikit marah. Kuulek bumbu dengan muka bersungut-sungut. Ahaaaha, ternyata kekesalanku ada efek positifnya. Kekesalanku memberikan energi yang lebih dahsyat daripada tadi. Sambal sebanyak itu akhirnya siap.

Komentar