Langsung ke konten utama

Pulau Bali #1



Pagi ini hari pertama aku dan teman-temanku berlibur di Pulau Bali. Setelah mandi, makan, dan mengunjungi Tanah Lot, bus kembali bergerak mengelilingi Pulau Bali. Sementara itu, guide sedang menjelaskan apa saja yang ada di Pulau Bali.
“Masih semangat?”
“Masih” Kami menjawab dengan nada tak semangat. Kontras memang.
“Yak, Bli sekarang akan bercerita tentang Pulau Bali”
Semua terdiam. Aku melihat ke belakang kursiku. Tampak, kebanyakan temanku lelah. Wajah-wajah kelelahan tampak terlihat. Yang lebih parahnya lagi, temanku masih berselimutan dengan mata terpejam. Padahal matahari mulai meninggi. Sebenarnya, aku pun ingin tidur. Perjalanan dari Jogja hingga Bali memang melelahkan. Karena sudah jauh-jauh dari Jogja, maka aku pun tak ingin melewatkan tiap sudut pemandangan Pulau Bali.
“Bali memang terkenal dengan puranya. Bali dijuluki pulau seribu pura”
Aku mencatat hal-hal penting yang Bli katakan. Ku tulis semua di bukuku yang bersampul berwarna pink. Bukan karena aku suka pink. Bukan. Di buku ini banyak catatan-catatan penting. Seperti saat MOS (Masa Orientasi Siswa), lambang sekolahku untuk digambar sesuai yang diperintahkan hingga sedetail mungkin. Nah, lambang sekolahku inilah yang dijadikan name tag. Dari jaraknya, tiap sudut, ukuran foto narsis, tebal nama, tebal nama kelompok semuanya. Lengkap namun membingungkan untuk dibuat. Ada juga daftar nama pengurus OSIS yang wajib dimintai tanda tangan. Untuk peristiwa MOS, pengurus OSIS mendadak jadi seleb sekolah. Ada catatan benda yang wajib dibawa, makan siang yang harus dibawa, dan peraturan yang wajib ditaati. Masa-masa ini memang penjara bagi siswa baru. Catatan MOS, lengkap. Apalagi saat pesantren kilat, juga ada. Buku bersejarahku.
“Pura terbagi menjadi empat jenis. Pertama yaitu pura umum. Contoh pura umum berada di Tanah Lot. Kedua, yaitu pura teritorial. Pura teritorial berada di masing-masing desa adat. Ketiga, yaitu pura fungsional. Biasanya pura ini terdapat di kantor ataupun di sekolah. Dan yang terakhir pura keluarga. Masing-masing rumah pasti mempunyai pura”
Aku mencatat ringkas penjelasannya. Barangkali bisa di buat tulisan. Seperti ini, hehe.
“Ada yang mau bertanya” Bli menawarkan.
Aku mengangkat tangan.
“Silahkan”
Kemudian aku bertanya namun pertanyaanku dengan mudahnya di jawab oleh Bli. Kemudian Bli menjelaskan lagi tentang seluk beluk Pulau Bali. Kembali aku mencatat.
***
Pagi ini hari kedua kami berwisata di Pulau Bali. Satu kamarku terisi enam orang. Tentunya perempuan semua. Enam orang satu kamar terasa sempit. Ada aku, Yonna, Akma, Muthi, Ana, dan Ayu. Setelah kami semua selesai mandi segera menuju sarapan tersedia. Aku mengambil, lalu kubawa ke dalam kamar. Aku memang tak terbiasa makan di tempat terbuka. Kamarku memang strategis, dekat dengan tempat makan dan tak terlalu jauh dengan bus yang diparkir.
          Sarapan kali ini terasa nikmat. Perut yang lapar adalah salah satu alasannya. Ada tambahan Devi dan Anisa dalam kamarku. Suasana makin ramai saja. Mereka membahas Korea, tentu saja aku tak paham. Apalagi Anisa dan Muthi, K-popers di ruangan itu. Menurutku, artis Korea terlebih laki-laki mukanya hampir sama semua. Aku tak bisa membedakannya.
Selesai makan, kami segera menuju bus. Hanya aku dan Akma yang terakhir meninggalkan kamar. Kami kejatah mengunci kamar.
“Ti, kok gak bisa dikunci kamarnya” Akma kesulitan.
“Coba tak kunci Ma”
“Iya Ma, sulit”
Tiba-tiba Bli guide bus yang kutumpangi lewat. Mengontrol semua siswa.
“Bli, tolong kunciin kamarnya” Aku meminta bantuan.
“Bismillah” Setelah mengucap bismillah akhirnya Bli dapat mengunci kamar.
“Bismillah memang dahsyat kan” Ia kemudian tersenyum kepadaku.
Kami bertiga lalu berjalan beriringan menuju bus lima. Bus yang berwarna kuning dan oranye.
“Loh, Bli muslim kah” Aku heran.
“Iya. Bli Muslim”
“Ohhhh” Aku dan Akma hanya ber-ohh saja.
“Barangkali ada yang jadi istri Bli ya diantara kalian. Bli kepengen punya istri orang Jogja”
Aku dan Akma hanya terdiam. Kemudian mempercepat langkah.
“Cuma ngemong kok Ti” Akma membisiku lalu tersenyum.

Komentar