Pagi ini hari pertama aku dan teman-temanku berlibur di
Pulau Bali. Setelah mandi, makan, dan mengunjungi Tanah Lot, bus kembali
bergerak mengelilingi Pulau Bali. Sementara itu, guide sedang menjelaskan apa
saja yang ada di Pulau Bali.
“Masih semangat?”
“Masih” Kami menjawab dengan nada tak semangat. Kontras
memang.
“Yak, Bli sekarang akan bercerita tentang Pulau Bali”
Semua terdiam. Aku melihat
ke belakang kursiku. Tampak, kebanyakan temanku lelah. Wajah-wajah kelelahan
tampak terlihat. Yang lebih parahnya lagi, temanku masih berselimutan dengan
mata terpejam. Padahal matahari mulai meninggi. Sebenarnya, aku pun ingin
tidur. Perjalanan dari Jogja hingga Bali memang melelahkan. Karena sudah
jauh-jauh dari Jogja, maka aku pun tak ingin melewatkan tiap sudut pemandangan
Pulau Bali.
“Bali memang terkenal dengan puranya. Bali dijuluki
pulau seribu pura”
Aku mencatat hal-hal
penting yang Bli katakan. Ku tulis semua di bukuku yang bersampul berwarna
pink. Bukan karena aku suka pink. Bukan. Di buku ini banyak catatan-catatan
penting. Seperti saat MOS (Masa Orientasi Siswa), lambang sekolahku untuk
digambar sesuai yang diperintahkan hingga sedetail mungkin. Nah, lambang
sekolahku inilah yang dijadikan name tag.
Dari jaraknya, tiap sudut, ukuran foto narsis, tebal nama, tebal nama kelompok
semuanya. Lengkap namun membingungkan untuk dibuat. Ada juga daftar nama
pengurus OSIS yang wajib dimintai tanda tangan. Untuk peristiwa MOS, pengurus
OSIS mendadak jadi seleb sekolah. Ada catatan benda yang wajib dibawa, makan
siang yang harus dibawa, dan peraturan yang wajib ditaati. Masa-masa ini memang
penjara bagi siswa baru. Catatan MOS, lengkap. Apalagi saat pesantren kilat,
juga ada. Buku bersejarahku.
“Pura terbagi menjadi empat jenis. Pertama yaitu pura umum.
Contoh pura umum berada di Tanah Lot. Kedua, yaitu pura teritorial. Pura
teritorial berada di masing-masing desa adat. Ketiga, yaitu pura fungsional.
Biasanya pura ini terdapat di kantor ataupun di sekolah. Dan yang terakhir pura
keluarga. Masing-masing rumah pasti mempunyai pura”
Aku mencatat ringkas penjelasannya. Barangkali bisa di
buat tulisan. Seperti ini, hehe.
“Ada yang mau bertanya” Bli menawarkan.
Aku mengangkat tangan.
“Silahkan”
Kemudian aku bertanya namun pertanyaanku dengan mudahnya
di jawab oleh Bli. Kemudian Bli menjelaskan lagi tentang seluk beluk Pulau
Bali. Kembali aku mencatat.
***
Pagi ini hari kedua kami
berwisata di Pulau Bali. Satu kamarku terisi enam orang. Tentunya perempuan
semua. Enam orang satu kamar terasa sempit. Ada aku, Yonna, Akma, Muthi, Ana,
dan Ayu. Setelah kami semua selesai mandi segera menuju sarapan tersedia. Aku
mengambil, lalu kubawa ke dalam kamar. Aku memang tak terbiasa makan di tempat
terbuka. Kamarku memang strategis, dekat dengan tempat makan dan tak terlalu
jauh dengan bus yang diparkir.
Sarapan kali ini terasa nikmat. Perut yang lapar adalah
salah satu alasannya. Ada tambahan Devi dan Anisa dalam kamarku. Suasana makin
ramai saja. Mereka membahas Korea, tentu saja aku tak paham. Apalagi Anisa dan
Muthi, K-popers di ruangan itu. Menurutku, artis Korea terlebih laki-laki
mukanya hampir sama semua. Aku tak bisa membedakannya.
Selesai makan, kami segera
menuju bus. Hanya aku dan Akma yang terakhir meninggalkan kamar. Kami kejatah
mengunci kamar.
“Ti, kok gak bisa dikunci
kamarnya” Akma kesulitan.
“Coba tak kunci Ma”
“Iya Ma, sulit”
Tiba-tiba Bli guide bus yang kutumpangi lewat.
Mengontrol semua siswa.
“Bli, tolong kunciin
kamarnya” Aku meminta bantuan.
“Bismillah” Setelah
mengucap bismillah akhirnya Bli dapat mengunci kamar.
“Bismillah memang dahsyat
kan” Ia kemudian tersenyum kepadaku.
Kami bertiga lalu berjalan
beriringan menuju bus lima. Bus yang berwarna kuning dan oranye.
“Loh, Bli muslim kah” Aku
heran.
“Iya. Bli Muslim”
“Ohhhh” Aku dan Akma hanya
ber-ohh saja.
“Barangkali ada yang jadi
istri Bli ya diantara kalian. Bli kepengen punya istri orang Jogja”
Aku dan Akma hanya terdiam.
Kemudian mempercepat langkah.
“Cuma ngemong kok Ti” Akma membisiku lalu tersenyum.
Komentar
Posting Komentar