Langsung ke konten utama

Balita

“Yah pulsaku habis” Aku melengos kesal dengan mata menatap layar handphone.
Aku kemudian berjalan keluar rumah. Beberapa menit kemudian aku sampai di depan rumah seseorang. Yap, tetanggaku namun agak jauh. Dari arah kejauhan, rumahnya ramai. Padahal hanya ada dua anak kecil. Satu bernama Nisa dan yang kedua anak kecil laki-laki yang tak kuketahui namanya. Baru pertama kali aku melihat anak kecil lak-laki tadi. Mereka bermain bersama di teras rumah. Bermain layaknya umur mereka. Menendang bola, melempar sesuatu atau yang lainnya.
Mereka masih balita. Kalu boleh kutaksir, kira-kira berumur tiga tahun. Aku mulai berjalan mendekati mereka. Tidak lain tidak bukan karena niat pertamaku. Yaitu membeli pulsa. Srek srek srek bunyi gesekan antara tanah dan sandal yang kupakai. Kedua balita tadi melihatku berjalan mendekat. Nisa hanya melogo melihatku. Sementara itu,
“Hua hua hua hua hua” Teriakan hsiteris balita laki-laki tadi mengagetkanku. Suasana riang kini berubah agak mencekam. Aku menghentikan langkahku.
Balita laki-laki tadi menatapku tajam. Bibirnya simetris tertarik ke kanan dan kiri. Mukanya memerah. Mulutnya mengemut jari-jari tangannya. Matanya menyipit dan,
“Hu hu hu hu hu hu hu hu hu” Meledaklah tangisan balita laki-laki itu dengan keras. Aku menengok ke kanan ke kiri. Mana sih ibunya? Kok nggak ada. Aku takut. Karena sebelum aku datang. Keadaan nyaman-nyaman saja. Begitu aku datang, ledakan tangisan terdengar memekakkan telinga. Aduh, gimana ini. Aku berjalan mendekatinya bermaksud menghiburnya. Namun balita tadi berjalan mundur ketakutan melihat mukaku.
“Hua hua hua hua hua” Tangisannya semakin keras saja. Duh, aku jadi serba salah.
Tak lama kemudian seorang perempuan berumur duapuluh tahunan datang lalu menggendong balita tadi. Berlalu begitu saja. Aku terpejam. Berfikir begitu keras. Layaknya sedang mengerjakan ulangan kalkulus. Aku berusaha keras mengingat sesuatu.
“Balita gundul histeris” Aku menemukannya.


Yogyakarta, 6 Ramadhan 1436 H/ 23 Jun 2015


Komentar