Langsung ke konten utama

Seni Menggantung Mantel Hujan

Dulu setiap aku mau berangkat sekolah, aku selalu berjalan ke teras depan rumah. Rumahku menghadap ke timur. Aku selalu melihat langit di sisi utara timur. Karena sekolahku berada di sebelah utara timur. Sekitar 8kman dari rumah. Sekolahku berada di Kota Yogyakarta. Apabila sudah mendung aku selalu menyiapkan mantel hujan di jepitan motor yang berada di antara stang dan tempat duduk. Sepatu sekolah dan kaos kakinya udah dimasukkan ke jok motor. Tinggal pakai sandal berangkat sekolahnya. 90% probabilitas hujan dengan melihat kondisi langit sukses. Hal ini selalu dikatakan oleh bapak berulang kali. Langit sisi utara timur mendung gelap sekali berarti mau hujan. Karena aku orangnya selalu melihat pola kejadian yang sama dan berulang kali alias niteni, maka trik ini kugunakan hingga sekarang.

Sudah empat belas hari aku tidak nulis di blog wkwk. Hari ini aku mulai menulis lagi. Selain untuk memenuhi target postingan tiap bulannya, tidak lain karena untuk melatih kemampuan jari dan otak dalam menulis. Semakin lama tidak digunakan untuk menulis, maka kemampuan akan menurun. Teringat sebuah peribahasa yaitu bisa karena terbiasa. Bisa menulis karena terbiasa menulis.

Hari ini hari Selasa tanggal 18 Oktober 2022. Langit sebelah timur mendung. Sebelah timurnya terang. Berarti di tengah perjalanan nanti hujan. Di lokasi yang akan kutuju alias sebelah timurnya lagi tidak hujan. Benar saja. Saat menempuh perjalanan tiba-tiba rintik hujan semakin deras. Masih setengah perjalanan lagi. Aku mulai menghentikan laju motorku untuk memakai mantel hitam. Kata adekku mantel hitam yang warnanya sungguh cool bagiku terlihat seperti mantel untuk laki-laki. Hadeh. Aku jatuh hati melihat mantel celana dan baju berwarna hitam ini. Maka aku membelinya. Tentu saja bukan pakai uangku wkwk. Nah benar saja tiba di lokasi terang benderang.

Sumber: pinterest


Aku mulai menggantungkan mantel hujanku di tempat biasanya. Sudah banyak yang menggantung mantel. Aku berangkat agak akhir namun belum telat. Mantel hujan berwarna-warni sudah tergantung. Ada warna merah maroon, abu-abu, biru, dan mantel hitam punyaku. Sebenarnya, tempat yang kami gunakan untuk menggantung mantel hujan bukan fungsinya untuk menggantung mantel hujan. Sebuah rangkaian besi yang menempel di tembok yang digunakan untuk menaruh pot-pot tanaman hias. Di pojok-pojok dudukan pot yang terbuat dari besi digunakan untuk menggantung mantel hujan kami. Aku menyebutnya seni menggantung mantel hujan karena dibutuhkan sedikit kreatifitas agar mantel hujan kami tidak jatuh. Salah satu trik yang aku lakukan adalah pot yang ada isinya kugunakan untuk mengganjal mantelku agar tidak jatuh haha.

Lantas, kami berkumpul tepat pukul sembilan pagi untuk menjabarkan apa saja yang akan dikerjakan hari ini. Sesudah selesai menjabarkan, Mas Adi datang. Semua mata tertuju pada Mas Adi yang datang menggunakan vario hitam dengan mantel biru motif kotak-kotaknya.

“Wahaha pakai sarung.” Ucap Mas Najib spontan.

Semua tertawa.

“Heh sarung-sarung begitu merknya arei. Mahal itu. Lima ratus ribu.” Jawab Mas Firman.

Semua tertawa lagi.

“Wah mahal itu.” 

“Mungkin tahan api.” 

“Masak ada hujan api?” Ucap Mas Najib membuat ngakak seluruh tim.

“Aku tinggal aja.” Kata Mas Adi.

“Ini aku lho yang mimpin.” Kata Andi selaku timnya Mas Adi sebagai konten kreator.

“Heh pagi-pagi udah ngeroasting orang aja.” Mas Firman menutup percakapan mantel biru motif sarung pagi ini.


Bantul, 18 Oktober 2022

09:50 WIB

Saat musim hujan sedang menyelimuti Yogya dan sekitarnya.

 

Komentar