Langsung ke konten utama

Budaya Unggah-Ungguh di Kalangan Milenial untuk Membangun Karakter Anggota Karang Taruna di Rintisan Desa Budaya

 Malam itu aku buka grup whatsapp. Ada undangan yang dishare oleh ketua karang taruna yaitu Fadhil. Fadhil ini adalah temen sekolah SMP dan tetangga walaupun beda RT doang hihi. Dia rumahnya di utara jalan raya. Sedangkan rumahku di selatan jalan raya. Kemudian aku melist namaku. Sudah tertera nama Mas Wahyu di nomor satu. Aku menuliskan namaku di nomor dua. Hanya empat kuota saja mengikuti semacam seminar di Hotel Ros In. Tidak menunggu lama empat kuota sudah terisi. Ada Mas Wahyu, aku, Mas Andi, dan Mbak Nisa.

"Mas, aku ke Balai Desa jam tengah sembilan yak." Ku kirimkan pesan whatsapp kepada mas Wahyu.

"Oke tak tunggu yak."

Tidak lama kemudian datanglah Mas Andi.

"Ayok berangkat sekarang saja keburu warga cari surat nanti aku nggak bisa kemana-mana lagi."

Aku ketawa.

"Mas, jangan lupa SPPPDnya di Pak Sigit." Kataku.

"Aamaaaannnn." Ucap Mas Wahyu.

Kami menghampiri Mbak Nisa yang rumahnya Kembaran. Sejalur dengan arah Hotel Ros In. Aku mbonceng Mbak Nisa. Mas Andi mbonceng Mas Wahyu. Tidak membutuhkan waktu yang lama kami sampai di Hotel Ros In.

Hadir sebagai peserta paling awal yang datang xixi. Di surat undangannya tertulis jam 09.00 WIB. Kami sampai di lokasi pukul 08.58 WIB. Karena cuma dekat dari rumah kami.

Dinas Kebudayaan Bantul
Peserta paling awal yang hadir yaitu kami dari Tamantirto. Dokumentasi pribadi.

Kegiatan ini digelar oleh Dinas Kebudayaan Bantul (Kundha Kabudayan) yaitu sub kegiatan Pengembangan Cagar Budaya dan Warisan Budaya Tahun 2022 dengan mengangkat tema "Budaya Unggah-Ungguh di Kalangan Milenial untuk Membangun Karakter Anggota Karang Taruna di Rintisan Desa Budaya" pada tanggal 15 Maret 2022.

Karang taruna se Kabupaten Bantul yang termasuk ke dalam Desa Rintisan Budaya diundang ke dalam acara ini. Nah, kalurahan kami yaitu Kalurahan Tamantirto termasuk ke dalam desa rintisan budaya. Sementara Kalurahan sebelah Kalurahan Tamantirto yaitu Bangunjiwo sudah termasuk Desa Budaya.

Acara pagi itu dibuka oleh MC kemudian dilanjutkan menyanyikan lagu Indonesia Raya kemudian sambutan dari Dinas Kebudayaan Bantul. 

Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa kegiatan ini untuk menanamkan rasa cinta kepada generasi muda mengenai unggah-ungguh dan Bahasa Jawa.

Materi yang pertama disampaikan oleh pemateri pertama yaitu Drajat Edy Kurniawan M.Pd. Beliau adalah seorang dosen prodi Bimbingan dan Konseling Universita PGRI Yogyakarta (UPY). Pak Drajat memberikan materi mengenai Remaja Milenial dari Kacamata Psikologi. Mendengar kata remaja, sepertinya peserta kali ini udah melewati masa remaja wkwk. Jika masa remaja awal yaitu memiliki rentang umur 12-15 tahun. Remaja pertengahan = 15-18 tahun sedangkan remaja akhir 18-21 tahun. Nah lohhhh. Udah kelewat ini mahhhh. 

Materi kedua disampaikan oleh KRT Suwarna Dwijonagoro. Beliau adalah salah satu guru besar Universitas Negeri Yogyakarta. Juga merangkap sebagai MC profesional yang menggunakan bahasa Jawa. Luar biasa. Berasa kuliah lagi. Diisi oleh dosen UPY kemudian dosen UNY. Atmosfer belajar dua SKS sangat terasa kali ini. Dilihat dari gelar beliau kupastikan beliau adalah salah satu abdi dalem Kraton Yogyakarta. 

KRT adalah singkatan dari Kanjeng Raden Tumenggung. Gelar ini diberikan kepada abdi dalem Kraton Yogyakarta berpangkat bupati di lingkungan kraton. Pak Suwarna menyampaikan tema Unggah-Ungguh Jaman Milenial. Penyampaian materi sangat menarik. Agak deg-degan juga karena Pak Suwarna sering menunjuk peserta secara random untuk maju xixi. Beliau sangat terkenal dengan jargonnya yaitu lima menit menjadi orang jawa. Orang luar Pulau Jawa bisa menjadi orang Jawa hanya dengan lima menit saja. Singkat bukan? Yaitu dengan posisi ngapurancang, berkata inggih, menunjukkan arah dengan jempol tangan. Langsung kelihatan kalau orang Jawa. Setelah dipikir-pikir iya juga sih. Kerasa kalau orang Jawa.

Dalam penyampaiannya beliau juga nembang Sinom. Sebagai gadis asli Bantul, Yogyakarta dengan kakek dan kakek buyut seorang abdi dalem Kraton Yogyakarta rasanya malu tidak mendalami maupun memahami unggah-ungguh yang terkikis seiring berjalannya zaman. Ataupun asing dengan tembang macapat. Hadeuhhh parah abiss.

Dulunya, Bahasa Jawa memilik 12 macam. Sekarang yang masih digunakan untuk berkomunikasi hanya 2 yaitu Bahasa Ngoko dan Bahasa Krama. Kalau Ngoko mah lancar yak. Kalau Krama haduh sepertinya butuh banyakkk latihan lagi. Pokoknya materi kali ini disampaikan dengan sangat asyik dengan Prof Suwarna. Ketawa nggak habis-habis.

Dinas Kebudayaan Bantul
Dari kiri ke kanan yaitu Drajat Edy Kurniawan M.Pd., Prof. KRT Suwarna Dwijonagoro, dan moderator yaitu Dias Ananda, S.E.


Ketiga yaitu pemateri terakhir disampaikan oleh Dra. Dwi Ratna Nurhajarini, M.Hum yang mengangkat tema Budaya Unggah-Ungguh di Kalangan Milenial Untuk Membangun Karakter Pelajar. Beliau adalah Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) DIY. Mendengar cerita beliau aku jadi bersemangat untuk menuliskan sejarah kampung dan desaku. Karena bisa jadi itu adalah salah satu sumber untuk menggali salah satu objek pemajuan kebudayaan. Doakan yak.

Dinas Kebudayaan Bantul
Bu Ratna sedang menyampaikan materi.


Acara ditutup setelah rangkaian acara dilalui kemudian foto bersama di Ruang Meeting Parangkusumo Hotel Ros In. Peserta kemudian dipersilakan menikmati jamuan makan siang kemudian pulang ke rumah masing-masing.


Bantul, 27 Maret 2022

11.33 WIB

Komentar