Langsung ke konten utama

Rapat Kirab Budaya Bersama Jaya Waskita (1)


Hujan semakin deras sejak pukul 19.00 WIB. Undangan rapat telah di umumkan sehari yang lalu di grup WA kepemudaan kampung kami, Jaya Waskita. Pukul delapan lebih, anggota grup mulai memenuhi notif hape dengan kiriman gambar bidikan kamera hape masing-masing. Sementara itu, aku masih menatap layar computer di luar kampung.
Aku izin telat ya, aku baru diluar rumah ketikku dalam grup.
Pukul setengah sembilan malam aku meluncur dengan kuda besi ayahku. Menerobos hujan dengan jas hujan batman lengan panjang. Begitu sampai rumah, kucopot jas hujan dan langsung kuambil buku kas dan dompet.
Setibanya di rumah Pak RT, lokasi rapat yang digunakan pada malam itu ternyata belum dimulai. Aku jadi merasa bersalah menghukum mereka dengan keterlambatanku. Aku langsung disodori list daftar pemuda pemudi yang membayar kaos pada malam itu. Alhamdulillah, aku diberi amanah untuk menjadi bendahara I Jaya Waskita.
Debt collector atau bank plecit kerap tersemat dalam diriku kerana aku bendahara. Sebenarnya istilah itu tidak berkelas dalam kamusku haha. Begitu aku selesai menulis, mas Ikhsan kemudian membuka rapat pada malam itu. Berkaca dalam kirab budaya tahun 2015, pedukuhan kami menjadi barisan paling belakang saat kirab. Entah karena faktor apa, aku tidak tahu. Yang jelas barisan paling belakang itu paling lama sendiri untuk menunggu giliran jalannya. Bayangkan kalau tiap RT se Tamantirto mengeluarkan pesertanya. Sebanyak 92 RT, banyak juga ternyata.
Pak Gito menyarankan tema untuk kirab tahun ini dengan tema pawai bendera. Bendera yang digunakan adalah bendera merah putih. Saran beliau sudah di kemukakan sejak rapat pertengahan bulan September. Beliau saat ini juga sudah membeli pralon sebagai tiang bendera dan menghabiskan dana kas RT sekian ratus ribu. Untuk bendera, menyusul katanya. Nah, logisnya kalau bendera merah putih pasti akan di taruh pada barisan paling depan, pikir Pak Gito.
Oh iya ya, benar juga pikirku kemudian.

Komentar