Ahad,
16 April 2017
“Mbak
Ty”
Aku
menoleh ke arah suara.
“Hati-hati
lho hape mu. Nanti kalau dicopet orang lho” celetuk Anto saat berada di dalam
bus bergaya kernet bus kota, karena sudah tidak ada tempat untuk duduk lagi.
Lalu, ku potret dia saat menoleh. Yeah, sukses.
“Hah?”
aku tersadar kemudian.
Aku
lalu memasukkan hapeku ke dalam tas. Tidak ingat kalau kondisiku berada di
jalan raya. Aku sedang asyiknya mendokumentasikan foto bus yang ditunggangi
anak TPA yang menuju Taman Pintar pagi itu. Saking semangatnya, aku lupa,
kejahatan bisa terjadi kapan saja dan dimana saja.
***
Jumat,
18 Mei 2017
Selesai
sholat Isya. Mas Ikhsan masuk masjid membawa setumpuk kertas lalu di taruh di
pojok masjid. Ternyata kertas itu berisi jadwal penakjil. Aku lalu bergabung.
“Mas,
kayaknya aku ambil jadwalnya hari Sabtu aja”
“Hari
terakhir Ramadhan bisa?”
Aku
berpikir.
“Emmmm.
Bisa”
“Hari
terakhir agenda nya mbubur lho”
“Hah?”
Pasti banyak piring berserak, gelas kotor bertumpuk yang sangat banyak. Aku
membayangkan, bakalan parah itu keadaan.
“Ehhhhh,,
nggak mau aku” celetukku.
“Wehhh
katanya tadi mau?”
“Nggak
jadi” ucapku datar.
“Pokoknya
Mbak Tya kok hari terakhir” celetuk Anto
“Emohhh”
“Pokoknya
Mbak Tya kok” ucap Anto sambil menyudutkanku.
“Emoh”
Urusan
kertas selesai. Aku langsung kabur agar tidak terus terus dipojokkan mereka.
Ketika aku sampai di pintu masjid mencari sandalku, terdengar teriakan kecil di
dalam masjid,
“Pokoknya
kamu hlo mbak hari terakhir”
“Enggak
mauuuuu” teriakku dari luar masjid sampil berlari menjauh mereka.
Siapa
sangka, percakapan terakhir itu menjadi kenangan yang tak terlupakan, karena
dini hari tadi aku mendapat kabar. Kabar yang membuat hatiku rontok ketika baru
saja membacanya.
Yogyakarta,
28 Mei 2017
Komentar
Posting Komentar