Adzan Dzuhur di Hari Jumat sudah berlalu sepuluh menit
yang lalu. Siswa dikelasku sudah tak tersisa satupun. Tinggal kami, siswi yang
mengisi kelas. Padahal pengumuman untuk berkumpul di mushola sekolah sudah usai
terdengar dua menit yang lalu.
Kami lalu menuruni tangga dengan santai. Merasa tak
bersalah. Dari ujung ruangan sarpras (sarana prasarana) terlihat suasana
mushola. Sudah banyak siswi yang hadir. Dari yang mengenakan seragam pramuka
berarti kelas sepuluh dan mengenakan batik motif bebas tanda kelas sebelas.
Kami langsung duduk. Ternyata acara sudah dimulai. Kami
hadir saat bagian inti acara. Kebetulan, PRPI kali ini pertemuan yang pertama
kali diadakan di awal tahun pelajaran. PRPI ini adalah kegiatan yang dilakukan
setiap Hari Jumat bersamaan dengan siswa muslim sedang sholat Jumat. Pesertanya
siswi muslim kelas sebelas dan sepuluh. Singkatnya, PRPI ini semacam pengajian.
Topiknya pun tak jauh-jauh tentang ‘wanita dan dunianya’. Kegiatan ini rutin
dilaksanakan dua minggu sekali. Penyelenggaranya tak lain ialah rohis.
“Ayo silahkan pendapatnya diutarakan. Semoga kegiatan
PRPI ini menjadi lebih baik lagi” Kata temanku yang ikut Rohis (Kerohanian
Islam).
Semua siswi terlihat diam. Tak ada tanda-tanda siswi
yang mau menyuarakan pendapatnya.
“Ayolah, silahkan” Temanku terus membujuk.
Aku dan teman satu jurusan hanya saling tatap, kemudian
diam.
“Eh Set, aku pengen mengeluarkan pendapat. Tapi gimana
ya?!” Akma sedang membisiki ku.
“Yaudah Ma, utarakan aja. Kenapa?”
“Aku malu set” Akma malah senyam senyum.
“Ngomong apa sih Ma?” Devi menyahut
“Ya itu, pokoknya itu...”
“Emang apa sih Ma? Jangan buat penasaran deh”
“Emmm.... aku malu Dev, Set” kata Akma sambil cekikikan.
Aku malah bingung sendiri sekaligus penasaran. Nggak
biasanya Akma malu begini. Beehhh, padahal PDnya tak diragukan lagi, tingkat
nasional. Malu menyampaikan pendapat kok malah cekikikan gitu. Suasana semakin
absurd.
“Emang pendapatmu apa sih Ma? Kalau malu, bilang aku
aja. Nanti aku yang ngomong” yang lain menyahut tak sabar.
Akma masih cekikikan. Sepertinya ada hal yang
disembunyikan dari kami. Tapi apa? Akma saja enggan ngomong.
“Yaudah. Aku nyerah. Aku mau ngomong sama kalian” ungkap
Akma.
Aku, Anisa, Devi dan temanku yang lainnya mendekati
tempat duduk Akma. Mengerubung lebih tepatnya.
“Sebenernya aku mau ngungkapin pendapatku. Tapi kalian
aja yang boleh ngedengernya”
Kupasang telingaku lebar-lebar. Seakan tak rela
melewatkan info yang sedari tadi buatku penasaran. Kulihat wajah temanku.
Mereka juga tak sabar mendengarkannya.
“Aku pengen. PRPI ini gak usah diadain aja”
“Yahhhh. Ternyata..!@#$%^&*())(*&^%$#@!”
Kulihat Akma tertawa lepas. Lega sudah mengerjai kami.
Sementara itu, kami cuma ber-ooohhh saja. Muka-muka khas dikerjai sudah
menampakkan ekspresinya. Aku tertawa geli.
Yogyakarta,
16 Ramadhan 1436 H/ 3 Juli 2015
13:25
Komentar
Posting Komentar