“Turun ya Brin. Mbak Tya capek” Kulihat Shabrin hanya
mengangguk saja. Kulihat wajahnya gembira begitu sampai. Ku raih tangan kirinya
untuk ku gandeng. Shabrin malah yang menggandengku menuju rak berisi agar-agar
dan susu kotak. Sepertinya, Shabrin sudah terlampaui sering kesini sampai hafal
letaknya.
Di rak bagian bawah sendiri tertata berbagai merk
agar-agar. Shabrin disibukkan memilih. Aku hanya mengawasi tepat disampingnya.
Setelah lama memilih, akhirnya Shabrin menemukan agar-agar yang cocok.
Ternyata, agar-agar yang dimaksud Shabrin adalah agar-agar kecil setengah
lingkaran berwarna-warni yang ditengahnya ada potongan kecil nata de coco siap
makan.
Kali ini akan berburu susu kotak. Susu kotak ternyata
tepat diatas rak agar-agar. Tingginya lebih tinggi daripada tinggi Shabrin.
Kulihat Shabrin berjinjit dengan tangan menggapai sekenanya susu yang
diambilnya. Berusaha keras. Aku dan adikku bertatapan lalu tertawa kecil.
Melihat Shabrin kesusahan segera ku gendong dia.
Tangannya menunjuk-nunjuk seakan memberi isyarat kepadaku untuk mendekati apa
yang ditunjuknya. Aku menurut saja. Lah, malah Shabrin sendiri yang bingung.
Tunjuk ujung utara rak lalu tunjuk ujung selatan rak. Capek juga ternyata.
Hadeh, maklum anak kecil masih batita pula.
Melihat aku yang bermuka datar karena capek, Shabrin
memutuskan mengambil susu kotak ukuran termini.
“Mau yang ini Brin?” Shabrin hanya mengangguk pelan
saja. Kemudian aku dan adikku bertatapan. “Hihi, ternyata Shabrin cuma milih
susu kotak yang terkecil saja. Kalau aku sih, milih yang agak gedhean. Hehe”
Begitulah kira-kira isyarat yang adikku katakan padaku. Aku cuma tertawa kecil
saja.
Kugendong Shabrin menuju kasir. Adikku mengikutiku. Aku
berjalan sewajarnya menuju kasir. Beberapa langkah meninggalkan rak tadi,
Shabrin menoleh kebelakang. Gerakannnya membuatku seolah ikut menoleh
kebelakang juga.
“Kenapa Brin?”
“Tukal tukal”
Shabrin hanya menunjuk-nunjuk rak berisi susu kotak
tadi.
“Yuk kesana lagi” Aku menjawab.
Aku melangkah ke rak susu kotak tadi. Kupasrahkan
segalanya kepada Shabrin, termasuk pilihan memilih susu kotak. Masih dalam
keadaan kugendong, Shabrin mengembalikan susu yang diambilnya. Lalu diambilnya
susu kotak yang berukuran lebih besar.
Aku balik menatap adikku. “Ternyata Shabrin tak seperti
yang kita kira. Shabrin lebih cerdas dari dugaan kita”. Itulah isyarat yang
kukirimkan kepada adikku.
Aku dan adikku hanya tertawa kecil dengan muka berdecak
kagum sekaligus heran.
Yogyakarta,
10 Ramadhan 1436 H/ 27 Juni
2015
Komentar
Posting Komentar