Langsung ke konten utama

Shabrin #3

“Turun ya Brin. Mbak Tya capek” Kulihat Shabrin hanya mengangguk saja. Kulihat wajahnya gembira begitu sampai. Ku raih tangan kirinya untuk ku gandeng. Shabrin malah yang menggandengku menuju rak berisi agar-agar dan susu kotak. Sepertinya, Shabrin sudah terlampaui sering kesini sampai hafal letaknya.
Di rak bagian bawah sendiri tertata berbagai merk agar-agar. Shabrin disibukkan memilih. Aku hanya mengawasi tepat disampingnya. Setelah lama memilih, akhirnya Shabrin menemukan agar-agar yang cocok. Ternyata, agar-agar yang dimaksud Shabrin adalah agar-agar kecil setengah lingkaran berwarna-warni yang ditengahnya ada potongan kecil nata de coco siap makan.
Kali ini akan berburu susu kotak. Susu kotak ternyata tepat diatas rak agar-agar. Tingginya lebih tinggi daripada tinggi Shabrin. Kulihat Shabrin berjinjit dengan tangan menggapai sekenanya susu yang diambilnya. Berusaha keras. Aku dan adikku bertatapan lalu tertawa kecil.
Melihat Shabrin kesusahan segera ku gendong dia. Tangannya menunjuk-nunjuk seakan memberi isyarat kepadaku untuk mendekati apa yang ditunjuknya. Aku menurut saja. Lah, malah Shabrin sendiri yang bingung. Tunjuk ujung utara rak lalu tunjuk ujung selatan rak. Capek juga ternyata. Hadeh, maklum anak kecil masih batita pula.
Melihat aku yang bermuka datar karena capek, Shabrin memutuskan mengambil susu kotak ukuran termini.
“Mau yang ini Brin?” Shabrin hanya mengangguk pelan saja. Kemudian aku dan adikku bertatapan. “Hihi, ternyata Shabrin cuma milih susu kotak yang terkecil saja. Kalau aku sih, milih yang agak gedhean. Hehe” Begitulah kira-kira isyarat yang adikku katakan padaku. Aku cuma tertawa kecil saja.
Kugendong Shabrin menuju kasir. Adikku mengikutiku. Aku berjalan sewajarnya menuju kasir. Beberapa langkah meninggalkan rak tadi, Shabrin menoleh kebelakang. Gerakannnya membuatku seolah ikut menoleh kebelakang juga.
“Kenapa Brin?”
Tukal tukal
Shabrin hanya menunjuk-nunjuk rak berisi susu kotak tadi.
“Yuk kesana lagi” Aku menjawab.
Aku melangkah ke rak susu kotak tadi. Kupasrahkan segalanya kepada Shabrin, termasuk pilihan memilih susu kotak. Masih dalam keadaan kugendong, Shabrin mengembalikan susu yang diambilnya. Lalu diambilnya susu kotak yang berukuran lebih besar.
Aku balik menatap adikku. “Ternyata Shabrin tak seperti yang kita kira. Shabrin lebih cerdas dari dugaan kita”. Itulah isyarat yang kukirimkan kepada adikku.
Aku dan adikku hanya tertawa kecil dengan muka berdecak kagum sekaligus heran.

Yogyakarta,
10 Ramadhan 1436 H/ 27 Juni 2015




Komentar