Langsung ke konten utama

POS #1



Malam itu malam pertama di perkemahan. Semua anggota Dewan Ambalan seragam memakai pakaian hitam termasuk aku. Tidak lain karena ada acara di malam itu. Aku merasakan dinginnya udara. Benar-benar jauh lebih dingin daripada udara rumah. Sementara itu, bintang terlihat begitu indahnya bertebaran di langit. Tak tertutup mega sama sekali.
Kali ini aku sedang melihat pensi. Namun durasinya hanya tiga menit untuk tiap perwakilan sangga. Ada yang menyanyi, musikalisasi puisi, dan banyak lagi. Kanan kiri kolam ikan menambah suasana begitu menyenangkan. Aku melihat pensi di belakang sangga putri kelas sepuluh. Sementara, temanku menggerombol di jembatan antar kolam.
“Mbak, nanti kegiatan caraka malam boleh pakai jaket?”
“Boleh, pakai aja”
“Makasih mbak”
“Sama-sama”
“Nanti boleh bawa senter kan? Nggak lewat kuburan kan?” Adik kelasku ini memang sangat penasaran dengan caraka malam nanti.
Aku tersenyum, “Ya nanti lihat aja”
Aku menikmati pensi malam ini. Hingga aku dipanggil berulang kali oleh temanku namun aku tak mendengarnya.
“Kamu disuruh ke sekretariat ya, jaga pos kan nanti?”
“Oke siap”
Aku langsung berjalan dengan langkah cepat. Setibanya di sekretariat teman DA (Dewan Ambalanku) sudah bersiap-siap dengan tugas masing-masing. Ada yang mengenakan seragam pramuka lengkap dan pakaian serba hitam. Aku segera ganti pakaian. Mengenakan seragam pramuka lengkap. Aku merangkap pakaianku saja. Udara begitu dingin.
“Semuanya segera pakai seragam pramuka lengkap. Tiga menit lagi kumpul di lapangan” Teriakan temanku yang satu ini benar-benar seperti toa. Keras.
Semua kelas sepuluh dikumpulkan di lapangan. Satu persatu sangga mulai melewati pos satu. Senter dikumpulkan. Tidak ada alat bantu penerangan lain. Yang ada hanya satu lilin dan korek tiga batang untuk tiap sangga. Tiap pos tersedia lilin dan korek api. Jumlah pos hanya berjumlah tiga dan pos penutup.
Perlahan-lahan sangga mulai habis di lapangan. Aku menengok jam. Masih jam sepuluh malam. Aku mengira-ngira, pasti mereka satu jam akan sampai di pos penutup. Aku menyiapkan potongan kertas, spidol, dan beberapa lembar kantong plastik untuk bekalku di pos penutup. Iya, aku akan sendirian berjaga di pos penutup. Sendirian, sendiriannn.
Satu jam berlalu. Aku mulai berangkat ke pos penutup. Pos penutup hanya berjarak beberapa ratus meter dari sekretariat. Aku duduk sendiri di tangga. Tak ada orang sama sekali. Suasana sepi, hanya terdengar percikan air karena gerakan ikan.
Lama-lama aku bosan. Ku tepis rasa bosan dengan mengutak-atik hape. Rasa bosan tersingkir hanya beberapa menit. Lalu mulai menyerangku lagi. Di sebelah selatan pos penutup ada kuburan. Jarak pos tiga dengan pos penutup hanya tiga ratus meter. Aku berjalan sendiri menuju kuburan. Seseorang terasa mengikutiku dari belakang. Berulang kali aku menengok ke belakang namun tak ada orang. Menengok ke kanan dan ke kiri. Sepi. Bulu kudukku merinding.
Aku berjalan lalu sampai di pintu gerbang. Sebelum pintu gerbang terdapat semacam pos untuk menjaga pintu masuk. Aku berjalan perlahan. Yang terdengar hanya suara gesekan sepatuku dan tanah. Srek srek srek. Aku kaget bukan kepalang. Aku melihat sepatu di dekat kursi. Aku melangkah lagi. Ada dua sepatu. Aku tak asing melihat sepatu tersebut.
Aku melangkah lagi. “Aaaa” Aku berteriak. “Ternyata kamu Nin. Tak kira siapa”. Ya, sepatu itu milik Ninda. Ninda duduk sendirian di pintu masuk. Aku sempat mengira tak ada siapa-siapa.

Komentar