Pak sopir melewatkan
setelnya melewati jalan tikus. Tak seutuhnya melewati jalan raya. Tentu saja
kemacetan adalah alasan yang dihindarinya. Kami menikmati pemandangan di jalan
walaupun kondisi berdesakkan. Ini memang sensasi tersendiri. Aku sadar, Pulau
Bali memang indah. Suasana Hindu dan adatnya sangat terasa begitu menginjakkan
kaki di Pulau Bali. Kalaupun liburan diperpanjang aku pun sangat setuju.
Tak sampai setengah jam
kami tiba di Pantai Kuta. Tanpa berlama-lama di dalam setel kami langsung
menghambur menuju Pantai Kuta. Pantai Kuta, dengan pemandangan yang memukau,
deburan ombak yang lembut, birunya air,
juga landainya pantai. Tak ketinggalan pesona pasir putih yang menambah
lebih eksotis. Tak heran bila aku sangat menyukai pantai. Tiba-tiba aku
teringat pesan ayahku. Ayahku selalu melarangku untuk bermain air di pantai.
Karena ombak pantai selatan kotaku terkenal berbahaya. Untuk saat ini, aku
bebas bermain air laut. Namun, kendalanya satu yaitu baju ganti. Cukup duduk
berlama-lama di bibir pantai saja sudah membuatku senang. Perlahan, hembusan
angin laut terasa mengaburkan masalahku.
Aku dan Hana melihat
sekeliling. Tak ada rombongan teman dekat kami. Di sana, disebelah timur
akhirnya kami menemukan rombongan sekolah kami. Hanya berjumlah delapan orang,
laki-laki semua pula. Tak ketinggalan, memotret adalah hal wajib.
Bukan Pantai Kuta namanya
jika tidak menemukan turis asing di sana. Tua muda semuanya ada. Hari kini
menjelang malam. Sebentar lagi matahari akan pulang ke peraduannya. Sunset akan
tiba. Ratusan kamera siap mengabadikan momen tersebut. Namun, matahari tertutup
awan mendung. Hari semakin sore namun awan semakin hitam. Lalu rintik hujan
turun. Aku dan temanku menghambur keluar dari wisata Pantai Kuta. Mencari
tempat untuk berteduh.
Di samping pos satpam kami
berteduh. Ada aku, Anisa, Hana, dan beberapa teman laki-lakiku. Kami bukan
berteduh di dalam ruangan. Melainkan di luar tembok yang hanya kebagian sisa
atap. Hujan semakin lama semakin deras. Cipratan air membasahi rokku juga
celana panjang milik temanku. Rokku yang berwarna putih kian lama berubah
coklat tak berwujud. Aku terjebak hujan deras dengan beberapa temanku. Aku tak
tahu apa hanya kami saja yang terjebak sementara yang lain tidak. Aku tak tahu.
Kini hari sudah gelap. Kami
sudah cukup lama menunggu kabar di pos satpam ini. Oh iya, aku baru saja ingat. Tadi sewaktu
menuju Joger, aku diberi nomor hape salah satu anggota biro jasa yang kami
gunakan. Satu pesan terkirim. Tak lama lagi satu pesan masuk mendarat di
hapeku. Aku tersenyum.
“Tunggu saja setel di utara
jalan” Aku berbicara agak keras memecah hujan juga keheningan. Lalu
kulanjutkan, itu lho perusahaan Franchise. Setelah mengamankan kamera dan hape
kami menembus hujan. Baju basah tak jadi masalah. Asalkan kami segera ke hotel.
Hujan masih sama seperti
tadi, deras. Berpuluh menit kami menunggu setel yang kami tumpangi tadi. Aku
hanya diam memeluk tubuhku sendiri. Dingin. Juga Anisa dan Hana, diam tak
bersuara. Irfan, dengan kondisi kehujanan ia memberhentikan setel yang berulang
kali lewat di depan kami. Namun nihil. Tak ada kendaraaan yang berhenti.
Tiba-tiba, hapeku bergetar
cukup lama. Aku mencari hapeku yang kuletakkan di dasar tisu untuk mencegah air
masuk.
“Halo assalammualakum” Aku
mulai membuka pembicaraan.
“Waalaikumsalam. Kamu
dimana Set?” Suara lirih terdengar dari kejauhan.
“Aku, aku ada di, di...”
Kujauhkan hapeku dari telingaku,
“Han, kita ada dimana”
“Nggak tahu set”
“Na, halo” Tak ada jawaban.
“Halooo” Aku berteriak
seperti orang gila
“Aku nggak tahu tempat Na.
Nggak tahu arah juga”
“Kamu dicari Set. Cuma
kurang kamu aja di setel”
Aku kaget. Cuma kurang aku?
Tiba-tiba panggilan terputus.
marai penasaran :o
BalasHapuswkwkwk,
BalasHapus