Langsung ke konten utama

Ia



Aku hanya terdiam beberapa detik. Selebihnya aku malas berbicara. Sakit hati menyerangku perlahan. Bukan karena tindakan fisik, namun karena ucapan. Aku benar-benar tak menduga ucapannya. “Jadi aku hanya dipermainkan semata?” Kemudian ia diam. Diam karena tak mampu mengucap beberapa alasan. Beberapa menit kami duduk bersama tapi tak bersuara. Aku malas sekali menatap matanya. Tiap kedipannya adalah kebohongan. Lalu aku beranjak meninggalkannya sendirian. Beberapa langkah aku pergi, ia memanggil namaku. Kemudian aku lari, tak mempedulikannya ia lagi.

Komentar