Aku hanya terdiam beberapa detik. Selebihnya aku malas
berbicara. Sakit hati menyerangku perlahan. Bukan karena tindakan fisik, namun
karena ucapan. Aku benar-benar tak menduga ucapannya. “Jadi aku hanya
dipermainkan semata?” Kemudian ia diam. Diam karena tak mampu mengucap beberapa
alasan. Beberapa menit kami duduk bersama tapi tak bersuara. Aku malas sekali
menatap matanya. Tiap kedipannya adalah kebohongan. Lalu aku beranjak
meninggalkannya sendirian. Beberapa langkah aku pergi, ia memanggil namaku.
Kemudian aku lari, tak mempedulikannya ia lagi.
Komentar
Posting Komentar