“Nanti aku bareng sama kamu ya Dev, aku gak
tahu tempatnya”
“Oke nanti jam 4an ya. Ngaretnya jangan
lama-lama”
“Sip. Tapi aku bawa motor sendiri kok.
Tenang saja”
“Tak tunggu di pertigaan samping rumahku ya”
“Oke siap”
Aku
cepat-cepat meletakkan hapeku di atas meja belajar. Ku sambar handuk dengan
cepat lalu mandi dengan cepat pula.
.................
Mumpung
lampu menyala hijau, dari arah utara lalu aku belok ke arah timur. Fokusku
untuk saat ini yaitu jalan, namun samar-samar terlihat dua orang yang
melambaikan tangannya seraya memanggil namaku. “Deviii” panggil lirihku. Aku
putar balik ke arah barat. Berhenti, untuk menunggu lampu hijau menyala
kembali.
Aku dan ketiga temanku naik motor
beriringan. Bila satu kelas beriringan seperti kami, kampanye mungkin lebih
tepat. Beberapa menit kemudian kami tiba di tempat janjian.
“Udah lama Nis
disini?” Tanyaku pada Anisa.
“Udah, dari dua
puluh menit yang lalu”
“Lha kamu dari
Parangtritis jam berapa?” Devi menyahut.
“Jam setengah empat”
Kami
semua tertawa. “Hahaha”. Aku kembali teringat tiga tahun yang lalu. Masjid
Agung Manunggal Bantul. Mengenakan seragam pramuka lengkap. Bersepeda
bersama-sama satu angkatan bersama Kakak Pembina. Beristirahat serta sholat di
Masjid Agung Manunggal Bantul. Saat itu aku masih duduk di bangku putih biru.
Tepatnya di kelas 7A.
Kini
wajah-wajah baru bersamaku. Bersama mantan penghuni kelas XKAA. Kelas paling
absurd yang terletak di lantai tiga pojok timur. Aku kembali bertemu dengan
tempat ini namun dengan orang yang berbeda.
.......................
Aku bahagia. Rasa-rasanya kita masih
satu kelas. Tapi kenyataannya tidak. Aku salut dengan teman-temanku yang ini.
Berjuang jauh-jauh dari rumah untuk sekedar buka bersama dan saling melepas
rindu. Jarak rumah yang berpuluh kilometer dari sini tak menyurutkan niat
mereka.
Kami seperti rombongan bedol desa.
Banyak sekali, haha. Adzan Maghrib masih lima belas menit lagi. Namun, makanan
dan minuman untuk buka puasa sudah tersedia di depan kami. Ada ayam goreng
lengkat dengan lalap dan sambalnya. Dan ini, es teh dan es kelapa muda yang
manis untuk minuman berbuka. Es, begitu mendengarnya, aku langsung menelan
ludah. Mataku terus mengamati gelas teman-temanku satu persatu. Berharap
menemukan minuman yang tak tersentuh es sekali. Ah, tak berhasil. Aku ta
menemukan minuman tanpa es. Aku sudah membayangkan tenggorokan ku meradang,
suhu badan naik, dan pusing yang menimpa.
Tak lupa di sela berbuka kami, flash
kamera selalu menyilaukan mata kami. Tangan-tangan jahil akan segera beraksi.
Mulut yang menganga karena hendak melahap makanan. Menjadi momen yang paling di
cari-cari.
Karena
minuman berbukaku es, akulah orang yang paling lama menghabiskan minumanku.
Selesai berbuka puasa, salah seorang temanku ingin mengusulkan tempat main bersama.
Alun-Alun Kidul. Temanku ingin malam ini di habiskan dengan mantan kelas XKAA.
Mengayuh becak bersama, menghirup atmosfer Ramadhan, serta menikmati
kebersamaan.
Aku
orang yang menolak mentah-mentah. Senang sih iya, namun marah adalah
pelengkapnya. Lagian aku belum izin kepada orang rumah. Lebih baik pulang ke
rumah masing-masing. Akhirnya rencana hanya sebuah wacana. Aku pulang dengan
jaket penghalau angin malam. Memutar gas lalu wusssss. Aku mengejar waktu yang
berputar. Targetku kali ini, pulang sebelum Adzan Isya berkumandang. Berkat
kecepatan ekstra, targetku akhirnya terpenuhi. Begitu sampai rumah, tengorokan
ku berasa aneh. Ini pasti efek es
tadi.
Komentar
Posting Komentar