Sekitar semingguan yang lalu aku melewati jalan kampung samping rumah. Jalan yang selalu aku gunakan tiap pagi dan sore. Aku memilih jalan itu karena jalannya dekat dengan rumah dan lumayan lebar dibandingkan dengan dua jalan lainnya di kampungku. Tidak kusengaja mataku menatap arah barat. Biasanya mataku menatap lurus jalanan. Jarang-jarang mataku melihat ke samping kanan ataupun kiri karena fokus. Sore itu, sepulang aku dari kantor. Aku melihat sisi barat jalanan kampung.
Mataku menatap objek sore itu. Mas Rahmat sedang jongkok. Pandangannya ke arah utara. Tatapan kosong. Suasana hatiku langsung tidak enak begitu aku melihat pandangan tersebut. Dalam hatiku bertanya, apakah Mas Rahmat akan 'pergi'? Begitu aku sadar dengan pertanyaan dari dalam diriku, langsung ku tepis keras-keras. Tidak boleh berpikiran begitu, kata otakku. Aku langsung menaruh laptop di meja kamarku dan mengambil presensi. Aku butuh banyak presensi untuk pencairan dana pekan olahraga kalurahan. Aku langsung cepat-cepat memasang pengenal panitia di kerudung dan menuju ke lapangan. Aku bertugas sore itu. Menangkap foto pemain dan penonton setia pekan olahraga kalurahan cabang olahraga sepak bola di lapangan dekat Balai Kalurahan.
Rabu, 28 Juni 2023
Kalimat takbir sudah terdengar usai sholat Maghrib tanggal 27 Juni 2023 di masjid dekat rumah. Suasana yang sangat magis dan tenang menyeruak dalam hati ketika kalimat takbir dikumandangkan di masjid-masjid. Suasana kampung mendadak menjadi tenang. Tenang yang tidak bisa dilukiskan oleh kata-kata. Aku terlelap sekitar pukul sepuluh malam. Pukul tiga pagi aku terbangun. Bangun karena suasana pagi ini dingin. Aku mencari-cari selimut di atas kasur. Akhirnya ketemu. Namun pagi ini aku tidak bisa tidur kembali. Perutku tiba-tiba sakit. Aku langsung pergi ke kamar mandi. Usai dari kamar mandi aku balik ke kamar. Ku hidupkan lampu kamar.
"Tok tok tok tok."
Pintu rumah sisi timur diketok oleh seseorang ketika jam empat pagi. Hmmm, siapa sih yang ngetok pintu sepagi ini? Perasaanku mulai tidak enak. Aku mendengarkan dengan seksama tatkala ibuku membuka pintu. Namun tidak kudengar percakapan itu karena suara air di kamar mandi mendistraksi. Ibuku berjalan ke arah kamar mandi melewati kamarku. Memanggil bapakku. Bapak kemudian keluar dari kamar mandi dan berjalan cepat ke arah depan rumah. Aku mengikuti dari belakang.
"Paklek, Rahmat sudah tidak ada."
"Udah dicek belum?"
"Udah, badannya udah dingin."
Bapak lalu mengambil sandal dan keluar dari rumah. Aku hanya terpaku saja mendengar percakapan pagi ini. Lalu aku teringat firasat sore itu. Firasat yang ku tepis keras-keras oleh otakku sendiri.
Bantul, Jumat, 30 Juni 2023
10:05 WIB
Innalilahi wa innailaihi rojiun....firasat yang tidak meleset..semoga pa Rahmat diterima di sisi Allah SWT... ya mba Tya
BalasHapusaamiin kak:)
HapusInnalillahi wa innailaihirajiun... Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi-Nya. Smg kepergiannya senantiasa jd pengingat bagi kita jg ya, mba..
BalasHapusaamiin kak, pengingat untuk taubat :'
Hapus