Langsung ke konten utama

Rombongan Kampung

Jarum jam masih menunjukkan pukul 18.30 WIB. Suara bincang-bincang banyak orang terdengar riuh dari kamarku. Baru saja aku selesai mandi. Aku segera menaruh handukku di ruang sebelah. Suara orang-orang semakin terdengar jelas. Aku langsung pergi ke kamar lagi untuk merapikan kamar. Adekku berkata dari kamar sebelah

"Jam berapa sih ini? Belum juga adzan isya udah pada kumpul aja. Haha." Kata adekku yang baru mau mandi.

Dasarrrr.

Pukul 19.11 aku keluar dari dapur. Banyak orang yang sudah berkumpul. Masing-masing orang sedang makan bakso. Sementara itu, tentu saja adekku belum selesai dengan mandinya. Siap-siap tarik napas dalam-dalam kalau janjian sama adekku. Bikin naik darah soalnya.

Suara mobil pickup yang berwarna hitam mendekat. Dengan sigap bapak-bapak langsung mengangkat dan menaruh berbagai macam bawaan seperti beras berkarung-karung, kelapa, sayur-sayuran, dan masih banyak lagi.

Sementara itu ibu-ibu sudah berdesakan merangsek masuk ke kamar. Memilih seserahan mana yang mau dipegangnya. Karena aku tidak mau berdesakkan maka tinggal sisa-sisa yang tidak mau dibawa oleh ibu-ibu. Aku mengambil seserahan dengan hiasan indah berukuran sedang. Rombongan dari kampung kami yang berjumlah sekitar 70 orang dengan membawa kendaraan 6 mobil dan satu pickup mulai meninggalkan kampung kecintaan. Aku baru tahu kalau seserahan begini, orangtua calon mempelai laki-laki tidak ikut berangkat. Berarti, lima tahun yang lalu aku sedang tidak fokus. Aku tidak menemukan bapak ibukku diantara rombongan. Rombongan seserahan kakakku.

Tidak membutuhkan waktu yang lama, rombongan kami sudah sampai lokasi.

"Ayo ditata dulu. Pisang sanggannya di depan."

Rombongan berjalan pelan nan anggun. Usai rombongan kami duduk, acara dimulai menggunakan Bahasa Jawa krama oleh sang pembawa acara.

Baru saja duduk sebentar, mataku sudah tidak bisa diajak kompromi. Bayang-bayang kasur di kamar sudah menghantui sejak tadi. Skill tidur singkatku belum bisa ku aplikasikan saat acara ini berlangsung.

Urutan acara untuk srah panampi upakarti yaitu purwaka (pembukaan), sambutan dari tuan rumah, sambutan dari calon besan, atur panampi, simbolis pasrah panampi upakarti, doa, lalu ditutup. Usai ditutup dan kami pulang, mataku malah segar. Tujuh orang dalam mobil Om Slamet melaju pulang.

“Semoga besok nominal seserahanmu yang banyak ya Jeng.”

Tetiba Bu RT yang merupakan budhenya Ajeng berceletuk. Ajeng speechless. Aku sebagai pemudi yang paling tua di rombongan itu ketawa. Ketawa pahit.

 

Godean, Sleman 

22 September 2022

10:17 WIB

Nulis saat menunggu prosesi akad nikah sambil nulis catatan di handphone.



 

Komentar

  1. Ikut mengaminkan Doa terbaik Bu RT untuk Mbak Tya.
    Sekarang bantu membawa, nanti dibawakan pada waktunya. Aamiin

    BalasHapus
  2. Wah kenapa aku baru baca sekarang kisah yang bagus ini.... Udah lama nggak baca cerita soalnya (Zen)

    BalasHapus
  3. Ada lanjutannya Kan? Ditungguin pas lamarannya si Ajeng juga hihi. Aku pingin tahu kalau adat Jawa kayak mana lengkapnya dalam versi cerita ya Kak. Lanjutin ya..

    BalasHapus
  4. Kebayang kalau momen seserahan ini akan menjadi momen yang seru dan mengandung bawang bagi calon pengantin. Jadi kebayang pas aku seserahan nanti akan seperti apa situasinya.

    BalasHapus
  5. Wah, ceritanya kurang panjajng kak. Ngebayangin emak-emak kampung berdesakan saat mau pegang seserahan yang mana ini kalau kata aku"ndeso" ya. Keren imajinasinya

    BalasHapus
  6. Waaahh gimana terus kak lanjutannyaaa? Penasaran euy wkwkw.. aku menyaksikan sendiri sering banget soal seserahan ini dan terasa nyata di sekitar kita ini ceritanya. hayuk kak dilanjutin

    BalasHapus
  7. Keren sih mba tya, lagi riweh masih bisa nulis:), ditunggu cerita lanjutannya mba..

    BalasHapus
  8. Penutup yang cukup manis, tetapi mengandung satire penuh arti. Apa pun itu,memang udah jodohnya dan kita tinggal nunggu waktunya yang tepat aja, xixixxixix.

    BalasHapus
  9. Wah kisah nyata ini ya kak.. Penasaran sama cerita lengkapnya hehehe.

    BalasHapus
  10. Wah, mantap. Lagi menunggu moment sakral pun masih bisa nulis. Penasaran sama kelanjutan ceritanya

    BalasHapus
  11. keren lo kak masih bisa ya menyempatkan menulis, bagus pula ceritanya

    BalasHapus
  12. Kenapa ya keluarga dan orang sekitar sangat amat memperdulikan nominal seserahan? Padahal bukan itu kan esensi sebuah pernikahan? cerita kak Tya kalau dibuat cerbung, disatuin dalam bentuk kumcer dengan tema tema begini pasti ciamik

    BalasHapus

Posting Komentar