Kemarin aku banyak belajar.
Belajar menyampaikan sanggahan di rapat pemuda. Walaupun mungkin belum tersampaikan dengan baik setidaknya aku lebih lega karena berani menyuarakan isi kepala maupun isi hati. Gimana nggak nyanggah coba. Sebagai bendahara yang tau kondisi morat-maritnya harga pangan di Indonesia dengan latar belakang pendidikan Teknologi Pangan membuat tanganku meremas kertas-kertas berulang kali. Pengen konsumsi murah tapi wah. Aku lebih memilih mahal karena rego nggowo rupo. Pengen rasanya melempar lemari asam. Malam itu, sepertinya aku berhak menyandang predikat tokoh tergalak dalam rapat.
Belajar menolak ajakan. Tanpa harus menjelaskan. Toh tidak semua orang mampu memahami kondisi dan pilihan kita kan?
Belajar menyuarakan hati. Kali ini aku lebih memilih sekte jujur walaupun pahit dibanding manis walau berbalut kepura-puraan. Ini masalah kecondongan. Walaupun aku juga kadang seringnya memilih manis walau pura-pura. Belajar menyampaikan apa yang aku rasakan. Tentu dengan pemilihan kata yang sedikit baik dengan diksi aku merasa. Bukan kamu kok sepertinya gini-gini. No! Aku lebih memilih kalimat "aku merasanya bla bla". Entah nanti jadi apa sepertinya setidaknya aku lega. Bukan sebagai pecundang yang tiba-tiba ilang. Aku berhak menentukan pilihan. Memasang personal boundaries ataupun personal space. Aku tidak bisa lagi berlari maraton mengikuti larimu. Kini aku harus berjalan tertatih setelah sakit kemarin menyadarkan aku akan sesuatu.
Bantul, 03 Jul 2022
21:39 WIB
Komentar
Posting Komentar