Langsung ke konten utama

Malaikat Kecil



Di hari pagi yang cerah, aku melangkahkan kakiku. Sekedar jalan-jalan untuk melepaskan belenggu apapun di rumah. Aku bosan melihat setumpuk buku, pulpen yang berserakan, dan tentu pula kertas yang berantakan. Mataku pun begitu. Jenuh menatap layar berjam-jam, melihat tut tut keyboard ataupun memakai kacamata. Kini, rasa jenuh sukses menguasaiku.
Kini aku sampai di sebuah jembatan sungai tengah desa. Duduk menyendiri. Sedang disana anak kecil nampak bermain bersama teman-temannya. Kuperhatikan mereka dari kejauhan. Anak kecil, tawa dan riang adalah dua hal yang tak terpisahkan. Mereka berlari, jatuh kemudian. Menangis tersedu sekejap. Lalu bangkit lagi. Dan itu adalah sebuah pembelajaran buatku. Ketika gagal, jatuh sebentar, lalu bangkit kemudian.
Aku menyukai anak kecil. Tak tahan rasanya melihat sisi kelucuan yang begitu polosnya tanpa mencubit gemas pipinya. Kurang afdhol. Melihatku duduk sendirian, mereka menghampiriku. Kuajak mereka ke tepi sawah. Mengambil bunga liar yang tangkainya panjang. Setelah dirasa cukup, kuajak mereka membuat bando dari bunga tersebut. Aku hanya tersenyum, tatkala rangkaian bunga mereka kurang rapi. Kuambil batang padi sisa. Kugunakan untuk menali, mengencangkan ikatan. Kubuat melingkar lalu jadilah sebuah bando cantik, sederhana yang berasal dari bunga liar. Mereka tampak senang. Aku turut senang pula.
Terkadang aku berfikir. Manusia mana yang tega melukai malaikat kecil itu? Mereka seharusnya dilindungi, bukan disakiti. Lalu, dua anak kecil menghampiriku. Tampaknya mereka tertarik dengan bando yang aku buat. Melihat raut wajah mereka, aku tak tega. Segera kuberikan bando tersebut. Mereka berterimakasih kepadaku. Lalu berlarian kejar-kejaran. Ya, sama sepertiku dan adikku dulu.

13 Juli 2015/ 26 Ramadhan 1436 H

Komentar