Langsung ke konten utama

Tentang Masa Kecil #8



Hujan mengguyur desaku untuk pertama kalinya setelah kemarau panjang. Namun telah berhenti beberapa menit yang lalu. Aku menyempatkan diri untuk berjalan mengelilingi kampung. Bunyi kecipak air serta tawa anak kecil yang berlarian membuatku tersenyum. Aku berhenti di atas jembatan. Di bawah sana, aliran sungai yang tidak terlalu deras terombang ambing sebuah perahu kertas. Tak ketinggalan daun talas yang diatasnya terdapat beberapa tetes air hujan melaju dengan kencang. Menabrak batu lalu tenggelam.
“Sini Dim, cepat”
“Kenapa Yud?” Dimas tak kalah lantangnya membalas teriakan Yuda.
“Ada layang-layang. Tapi Cuma kerangkanya saja, hahaha” Yuda tertawa terpingkal-pingkal. Kerangka yang ditemukannya patah, sekali diangkat ke udara.
..............
“Aku bisaaa. Aku bisa menerbangkan layang-layangku. Hahahaha” disusul tawaku yang mirip kuntilanak. Sementara, keringat terus mengalir dari wajahku. Aku mendongak ke atas. Mengikuti arah kemana terbangnya layang-layangku. Ingin, layang-layangku mengudara sampai ke gugusan bintang jauh di atas sana.
          Perkenalkan, namaku Tya. Gadis berumur 11 tahun. Tetapi itu beberapa tahun yang lalu. Hobiku bermain sepeda, layang-layang, ataupun permainan lainnya yang mengeluarkan keringat namun tetap asyik. Namun, untuk saat itu aku masih duduk di bangku putih merah. SD, yap benar sekali.
..........
Kali itu, aku mengenakan celana selutut khas tentara. Iya, doreng hijau. Dipadu dengan kaos hitam yang agak kebesaran. Rambutku ku kuncir satu di atas tanpa poni. Jika aku mengenakan topi, banyak yang mengira aku ini anak laki-laki. Apalagi saat di belakang punggungku terdapat layang-layang. Mirip sekali dengan anak laki-laki.
Parahnya, dulu saat di kandungan ibuku aku bergerak aktif. Itu kata ibukku dulu. Mendengar seperti itu, kakak laki-lakiku senang sekali. Akan mendapatkan adik laki-laki. Nah, beberapa bulan lahirlah aku. Ternyata perempuan. Aku sudah membayangkan ekspresi aneh dari kakak ku, hehe.
Saat itu aku duduk di bangku Taman Kanak-Kanak untuk yang pertama kalinya. Rambut yang pendek dan anting-anting yang hanya satu. Satu tidak di pasang karena telingaku saat itu sedang sakit. Saat pembagian seragam aku biasa saja. Tak ada keanehan sama sekali. Begitu pulang, aku di jemput ayahku. Ayahku memeriksa semua seragam yang telah di bagikan tadi. Alhasil bukan rok yang aku dapat, melainkan celana. Mengingat saat itu aku hanya tersenyum sendiri. Ayahku lalu menukarkan seragam TK ku kepada guru yang ada saat itu.
Tujuanku saat ini yaitu sawah di sebelah selatan desaku. Disana tempat favoritku untuk main layang-layang. Mayoritas hanya anak laki-laki yang bermain layangan. Hanya aku sendiri yang perempuan. Huhh, aku memang terlalu istimewa, haha. Aku berjalan menuju sawah. Tiap kali  bertemu tetanggaku selalu saja aku disindir. Anak perempuan main layangan lah, Tak pantas lah, dan tak tak tak banyak lagi yang tiddak dapat aku sebutkan satu persatu. Namun, aku tipe anak yang cuek saat itu. Aku hanya berfikir. Tetanggaku belum pernah merasakan sensasi bermain layangan, haha.
Setiap angin berhembus, aku berlari kecil-kecil untuk menerbangkan layanganku. Apabila sudah stabil gerak geriknya aku hanya tinggal duduk. Jika ingin terbang lebih tinggi lagi, aku tinggal mengulur saja benangnya. Mau layangan terbang rendah? Tarik saja benangnya. Tak terlalu sulit bukan.
Hari semakin sore. Pemandangan waktu senja semakin indah saja. Kemilau oranye selalu membuatku betah terpaku, disini. Ku tarik cepat benangku. Menggulungnya tak beraturan. Samar-samar suara adzan semakin jelas terdengar. Aku mulai mempercepat langkah pulang.

Komentar