Hapeku
bergetar, sebuah sms masuk. Aku langsung membacanya. Tak lama kemudian aku
hanya melongo. Temanku memberitahu bahwa aku harus merekap semua absen Pramuka
anak kelas 1 karena aku sebagai sekretaris Dewan Ambalan. “Hahhhhhhhhh!!!” Sementara
itu hasil rekap harus dikumpulkan Hari Selasa. Hari Selasa???? Dua hari lagi
berarti, aaaa. Ya, hari itu itu Hari Minggu. Semua absen berada di Sanggar,
salah satu ruangan di sekolahku. Aku tak tahu pula siapa yang memegang kunci
itu. Bayangann kantung mata menebal sudah melayang-layang diotakku. Senin harus
kutemukan kunci itu. Harus. Kenapa harus mendadak begini??? Ini kan masih
Ulangan Kenaikan Kelas?
Hari
Senin 25 Mei 2015. Senin itu ku cari temanku yang biasanya memegang kunci
cadangan. Beberapa menit yang lalu sms ku terkirim. Tapi tak kunjung juga ada
balasan. Aku benar-benar pusing. Sebuah kado untuk sahabatku belum aku bungkus.
Padahal janji untuk ke rumahnya pukul 15.00. Ah, mana sih ini anak?
Aku
mencarinya hingga ke sebuah lab. Yessss, bisikku dalam hati. Loh kenapa cuma
ada tasnya? Orangnya entah menghilang kemana. Haduh. “Sabar, sabar” Aku terus
membisiku sendiri. Setengah jam kemudian, ia masuk lab. Begitu masuk, langsung
ku todong dengan kata-kataku. Aku mau pinjam kunci sanggar sekarang juga. Ku
lihat ekspresinya yang begitu menyebalkan. Seolah kata-kataku Cuma bahan
bercandaan. Mukanya tak menampakkan ekspresi serius sedikitpun. Ingin rasanya
ku lempar mukanya dengan erlenmeyer.
Dengan
ekspresi marah, kembali aku meminta kunci sanggar. Melihat ekspresiku yang
sudah begitu ia langsung mencarinya. Alhasil dia tidak membawa. Kunci sanggar
ketinggalan di rumahnya. Tanpa banyak basa-basi aku langsung keluar lab sambil
mengomel. Bayangkan, ekspresinya itu seperti mengejekku apalagi senyumannya
itu. ME NYE BAL KAN.
Aku
langsung menemui Bu Indah selaku guru yang mengurus bagian kepramukaan. Kunci
sanggar cadangan biasanya di pegang Bu Indah. Tetapi anak DA meminjam namun
belum mengembalikan. Plakkkkk. Harus ku cari kemana lagi? Setiap anak DA yang
ku lihat ku tanyai tentang kunci sanggar. Semua menjawab dengan gelengan
kepala. Saat meng-copy absen kelas X, tiba-tiba David datang membawa kunci
bergantungkan pita emas. Aku bersorak gembira.
Begitu
tiba di rumah, segera kubungkus kado untuk sahabatku. Aku menengok jam dinding.
Pukul 15.00. Jujur, badanku lelah setelah mengelilingi sekolah untuk mencari
kunci sanggar. Acara mengagetkan sahabatku berakhir dengan kata gagal. Ia
bersepedaan dengan melihatku duduk di teras tetangganya. Dengan ekspresi
setengah tidak percaya aku melongo. Kejutan 17 tahun, gagal. Benar, mataku
tidak jelas melihatnya bersepedaan dari kejauhan. Begitu ia mendekat,
kusipitkan mataku. Aaaaaaaaaa telat, telat untuk bersembunyi.
Setelah
selesai acara ulang tahun sahabatku, aku pulang. Absen belum ku rekap. Segera
kuselesaikan di depan komputer. Aljabar, Bahasa indonesia mata pelajaran yang
diujikan untuk besok, belum tersentuh sampul bukunya sama sekali. Tangan dan
mataku tertuju pada komputer.
Detik,
menit, jam berlalu begitu cepat. Pundakku terasa pegal, mataku terus ingin
terkatup. Jam menunjukkan pukul 22.00. Ayo semangat, masih kurang 4 kelas lagi.
Aku tak mau bercerita kepada siapapun walaupun orang rumah. Hanya akan menambah
beban saja. Segera saja, selesaikan tanpa banyak bicara. Jam menunjukkan pukul
23.00. Aku masih saja berhadapan dengan layar komputer. Kali ini aku tak kuasa
menahan kantukku. Belajar??? Aku belum belajar sama sekali. Besok pagi harus
kukebut belajarnya.
Semakin
lama, mataku semakin lelah saja. Ku paksa menatap layar. “Sebentar lagi akan
selesai kok” Aku memenangkan diriku sendiri. Nah, awas saja kalau minusku
bertambah gara-gara merekap absen. Pukul 24.00. Pekerjaan merekap absen
selesai, aku belajar Aljabar sambil tiduran. Alhasil ketiduran sampai pagi.
Begitu melihat jam, mataku melotot. Aku harus mandi secepat mungkin lalu
belajar. Harus terlaksana, bukan wacana lagi. Begitu selesai mandi aku menatap
kaca. Aaaaaaaaaaaaaa, kantung mataku!!!!!!!!!!!!!
Komentar
Posting Komentar